Wakaf sejuta QUR'AN untuk sejuta UMMAT

Wakaf Se-Juta Al-Qur'an untuk sejuta Umat.
Ada seseorang yang tidak dikenal.tidak tahu juga dimana tinggalnya, tetapi setiap kali dia membaca Al_Qur'an, mempelajari Al-Qur'an, menghafalkan Al-Qur'an, saya mendapat terus pahalanya.

Ternyata sederhana, Al-Qur'an yang dipegang dan dibawanya, adalah WAKAF Al-Qur'an dari saya .... Subhanallah wal Hamdulliah, segala puji bagi Allah yang begitu murah dalam membagi-bagikan pahala untuk hamba-hamba-Nya, lalu bagaimana dengan Anda ? Maukah Anda juga mendapatkan pahala serupa? bahkan lebih banyak lagi? yaitu dengan me-Wakafkan lebih dari satu Al-Qur'an !

Dekatkan Al-Qur'an di Hati Ummat dengan berwaqaf Rp.20.000,- per-Al-Qur'an

diselengarakan oleh :
Khadim Al-Qur'an
RABITHAH MA'AHID AL-QUR'AN INDONESIA
www.rabitahmaahidalquran.com
contact person : Hilaluddin - 081387309976, Alimuddin 08388105401

wakaf dapat disalurkan melalui :
Bank Syari'ah Mandiri - no rek : 0740115111 ,an:RABITHAH MA'AHID AL-QUR'AN
atau VIA Paypal : rabitah30@gmail.com

Read More..

Ujian Iman Kepada Hamba Allah

Hidup ini tiada sunyi dari ujian ,susah dan senang ,suka dan duka datang silih berganti.siapa saja mengira bahwa hidup ini senang semata,suka semata, dan mewah semata atau menduga sebaliknya: susah semata,sukar terus menerus,dan sempit selamanya, sudah pasti sangkaan dan dugaan itu salah belaka.itulah rupanya seni hidup,sunatullah pada alam ini.

ALLAH SWT,memerintahkan kepada malaikat malaikatNYA untuk memberikan aneka cobaan dan ujian kepada Manusia. Dengan hadirnya ujian itu ALLAH berkehendak mengorek apa yang tersembunyi dalam hati hamba Nya, sebagaimana yang tertera dalam hadist Qudsi:

“ALLAH berfirman kepada malaikat malaikat NYA: pergilah kepada hamba-KU.lalu,timpahkanlah bermacam macam ujian karena aku ingin mendengar suaranya”(HR.Thabrani).

Begitupun orang beriman,juga tidak luput dari ujian. Tujuannya tidak lain untuk mengukur kadar keimanan seseorang,disamping tentunya untuk mengetahui apakah orang tersebut benar benar beriman secara tulus atau sekedar dusta belaka.

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ [٢٩:٢]
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?

Perlu diketahui, ujian yang datang tidak semata berwujud kesusahan dan kesakitan, tetapi terkadang hadir dalam bentuk kesenangan dan keuntungan materi (kekayaan), sebagaimana termaktub dalam AL-QURAN surat Al-Anbiyah ayat 35

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ [٢١:٣٥]
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.

Dalam kenyataan hidup,ujian berupa kesenangan dan keuntungan materi lebih berat daripada ujian berupa kesusahan. Betapa banyak orang yang memperoleh kekayaan tapi justru menyebabkan kecelakaan baginya. Kekayaan seperti itu justru menjadi ujian bagi dirinya.

Demikian juga dapat kita saksikan orang yang di uji dengan kekuasaan,kemegahan dan lain lain.

Hal ini sebenarnya telah di peringatkan ALLAH :
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَىٰ [٩٦:٦]
أَنْ رَآهُ اسْتَغْنَىٰ [٩٦:٧]
إِنَّ إِلَىٰ رَبِّكَ الرُّجْعَىٰ [٩٦:٨

“Ketahuilah ! Sesungguhnya manusia benar benar melampaui batas dikala mengangap dirinya serba cukup, sesungguhnya hanya kepada Tuhan-mu lah tempat kembali”(Al-Alaq :6-8).

Dalam sebuah Hadist, Rasulullah Saw,menegaskan :
”Demi ALLAH,bukanlah kefakiran dan kemiskinan yang akan aku khawatirkan atas kalian.Akan tetapi justru aku khawatir(kalau kalau) kemewahan dunia yang kalian dapatkan sebagaimana telah diberikan kepada orang orang sebelum kalian, lalu kalian bergelimang dalam kemewahan itu sehingga kalian binasa,sebagaimana mereka bergelimang dan binasa pula”.(HR.Bukhari).


Dalam rangka melihat kelapangan hati manusia untuk menerima qadla’ dan qadar-Nya,Allah terkadang menguji pada fisik(tubuh)nya,berupa penyakit atau kecelakaan.Dan ujian macam ini adalah yang paling ringan bagi manusia.Seandainya manusia sabar dalam menerima ujian itu,ditetapkan atasnya pahala dan dihapuskan sebagian dosanya,lalu diangkatlah derajatnya.Maka jadilah ujian itu nikmat baginya. ALLAH Swt berfirman :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ [٣:١٤]

“Telah dihiaskan kepada manusia kecintaan akan hawa nafsu berupa wanita,anak,berpikul pikul harta benda berupa emas dan perak,kuda pilihan(kendaraan),binatang ternak dan sawah ladang.Itulah kesenangan hidup di dunia,pada hal ALLAH memiliki tempat kembali yang baik” (Al-Imran :14).

Bagi kaum laki laki,ujian terberat adalah kaum wanita.Nabi bersabda :
”Sepeninggalku,tiadalah ujian yang paling berbahaya bagi kaum pria kecuali golongan kaum wanita”(HR Bukhori).


Kepada orang tua,ALLAH Swt.memberikan ujian berupa anak.ALLAH berkehendak agar anak anak yang diberikan kepadanya agar dididik sebaik baiknya,sehingga kelak menjadi manusia yang taat kepada NYA.

Keberhasilan orang tua mendidik anak akan menyebabkan kemuliaannya disisi ALLAH.

Sebaliknya, bila mereka gagal harus mempertanggung jawabkan kegagalannya di hadapan ALLAH..

Dalam memberikan ujian kepada hamba-NYA, ALLAH selalu mempertimbangkan kadar iman yang ada pada hambanya tersebut.

Semakin baik imannya,semakin berat pula ujiannya,sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah Saw.

Dalam Hadistnya:
Tingkat berat ringannya ujian di sesuaikan dengan kedudukan manusia itu sendiri.Orang yang banyak mendapat ujian itu adalah para nabi,kemudian baru yang lebih dekat derajatnya kepada mereka yang berurutan secara bertingkat.Orang di uji menurut tingkat ketaatannya kepada agama.Jika dia sangat kuat dalam agamanya,maka sangat kuat pula ujian baginya, dan jika lemah dalam agamanya,di uji pula oleh ALLAH sesuai dengan tingkat ketaatan kepada agamanya.Demikian bala dan ujian itu senantiasa di timpahkan kepada seorang hamba sampai ia di biarkan berjalan di muka bumi tanpa dosa apapun”(HR.Turmuzi)


Adapun tujuan umum diberikanya ujian kepada manusia adalah :

1.Membersihkan dan memilih mana orang mukmin sejati,mana yang munafik;

2.Mengangkat derajat dan menghapuskan dosa;

3.Membentuk menempa kepribadian,sehingga menjadi pembela kebenaran sejati.

“YA ALLAH,Masukanlah Kami kedalam golongan orang mukmin yang tabah, yang senantiasa berlapang dada, dalam menempuh segala ujian,baik berupa penderitaan maupun kesenangan”

Moga mendapat manfaat…wallahua’lam

Sumber :

http://bismillahhirohmanirrohim.blogspot.com
Read More..

Hati-hati Berbicara dan Menulis Kata-kata

Lelaki Keledai

Kisah ini terjadi di Universitas ‘Ain Syams, fakultas pertanian di Mesir. Sebuah kisah yang amat masyhur dan diekspos oleh berbagai media massa setempat dan sudah menjadi buah bibir orang-orang di sana. Pada tahun 50-an masehi, di sebuah halaman salah satu fakultas Mesir, berdiri seorang mahasiswa sembari memegang jamnya dan membelalakkan mata ke arahnya, lalu berteriak lantang, “Jika memang Allah ada, maka silahkan Dia mencabut nyawa saya satu jam dari sekarang!.”

Ini merupakan kejadian yang langka dan disaksikan oleh mayoritas mahasiswa dan dosen di kampus tersebut. Menit demi menit pun berjalan dengan cepat hingga tibalah menit keenampuluh alias satu jam dari ucapan sang mahasiswa tersebut. Mengetahui belum ada gejala apa-apa dari ucapannya, sang mahasiswa ini berkacak pinggang, penuh dengan kesombongan sembari berkata kepada rekan-rekannya, “Bagaimana pendapat kalian, bukankah jika memang Allah ada, sudah pasti Dia mencabut nyawa saya?.”

Para mahasiswapun pulang ke rumah masing-masing. Diantara mereka ada yang tergoda bisikan syaithan sehingga beranggapan, “Sesunguhnya Allah hanya menundanya karena hikmah-Nya di balik itu.” Akan tetapi ada pula diantara mereka yang menggeleng-gelengkan kepala dan mengejeknya.

Sementara si mahasiswa yang lancang tadi, pulang ke rumahnya dengan penuh keceriaan, berjalan dengan angkuh seakan dia telah membuktikan dengan dalil ‘aqly yang belum pernah dilakukan oleh siapapun sebelumnya bahwa Allah benar tidak ada dan bahwa manusia diciptakan secara serampangan; tidak mengenal Rabb, tidak ada hari kebangkitan dan hari Hisab. Dia masuk rumah, dan rupanya sang ibu sudah menyiapkan makan siang untuknya sedangkan sang ayah sudah menunggu sembari duduk di hadapan hidangan. Karenanya, sang anak ini bergegas sebentar ke ‘Wastapel’ di dapur. Dia berdiri di situ sembari mencuci muka dan tangannya, kemudian mengelapnya dengan tissue. Tatkala sedang dalam kondisi demikian, tiba-tiba dia terjatuh dan tersungkur di situ, lalu tidak bergerak-gerak lagi untuk selama-lamanya.

Yah…dia benar-benar sudah tidak bernyawa lagi. Ternyata, dari hasil pemeriksaan dokter diketahui bahwa sebab kematiannya hanyalah karena ada air yang masuk ke telinganya!!.

Ternyata, dari hasil pemeriksaan dokter diketahui bahwa sebab kematiannya hanyalah karena ada air yang masuk ke telinganya!

Mengenai hal ini, Dr.’Abdur Razzaq Nawfal -rahimahullah- berkata, “Allah hanya menghendaki dia mati seperti keledai!.” Sebagaimana diketahui berdasarkan penelitian ilmiah bahwa bila air masuk ke telinga keledai atau kuda, maka seketika ia akan mati ?!
(Sumber: Majalah “al-Majallah”, volume bulan Shafar 1423 H sebagai yang dinukil oleh Ibrahim bin ‘Abdullah al-Hâzimiy dalam bukunya “Nihâyah azh-Zhâlimîn”, Seri ke-9, h.73-74)



Wanita Pemesan Tempat di Neraka

Kisah ini ditulis oleh redaksi majalah Al-Manar, Mesir. Ia mengisahkan, “Musim panas merupakan ujian yang cukup berat, terutama bagi seorang muslimah. Ia dituntut untuk tetap mempertahankan pakaian kesopannanya. Gerah dan panas tak lantas menjadikan mereka menggadaikan etika. Berbeda dengan musim dingin, dengan jilbab, kehangatan badan bisa terjaga. Jilbab memang memiliki manfaat multi fungsi.

Dalam sebuah perjalanan yang cukup panjang, dari kairo ke Alexandria, di sebuah mikrobus, ada seorang gadis muda yang berpakaian kurang layak untuk di deskripsikan sebagai penutup aurat, karena menantang kesopanan.

Ia duduk diujung kursi dekat pintu keluar. Tentu saja, cara berpakaiannya mengundang “perhatian” orang didalam mikrobus tersebut.

Seorang bapak setengah baya yang kebetulan duduk disampingnya mengingatkan bahwa cara berpakaiannya bisa mengakibatkan sesuatu yang tidak baik bagi dirinya sendiri. Di samping mengingatkan bahwa cara berpakaian seperti itu melanggar aturan syar’i. Orang tua tersebut berbicara agak hati-hati dan pelan-pelan, sebagaimana layaknya seorang bapak berbicara kepada anaknya.

Tapi apa respon perempuan muda tersebut ? Rupanya dia tersinggung lalu ia mengekspresikan kemarahannya dengan berkata, “Jika memang bapak mau, ini ponsel saya, tolong pesankan saya tempat di neraka tuhan anda !” Orang tua tersebut hanya bisa beristighfar sembari mengelus dadanya; kasihan nian gadis itu, semoga Allah memberinya hidayah.

Rupanya dia tersinggung lalu ia mengekspresikan kemarahannya dengan berkata, “Jika memang bapak mau, ini ponsel saya, tolong pesankan saya tempat di neraka tuhan anda !”

Detik-detik berikutnya suasana begitu senyap, penumpang mikrobus mulai terlelap dalam kantuk. Hingga sampailah perjalanan di ujung tujuan. Kini para penumpang bersiap-siap untuk turun, tapi terhalangi oleh perempuan muda itu yang masih terlihat tidur.

“Bangunkan saja !” teriak seorang penumpang.
“Iya bangunkan saja” teriak penumpang lainnya.

Tapi perempuan muda tersebut tetap bungkam. Salah seorang penumpang lain mencoba mendekati si perempuan muda tersebut dan menggerak-gerakkan tubuh si gadis agar posisinya berpindah.

Namun Astaghfirullahal ‘Azhim ! Apakah yang terjadi ? Ternyata perempuan muda tersebut benar-benar tidak bangun lagi, ia menemui ajalnya dalam keadaan memesan NERAKA.

Kontan seisi Mikrobus berucap Istghifar sembari menggeleng-gelengkan kepala. Sebuah akhir kehidupan yang menakutkan; mati dalam keadaan menantang ALLAH. Apakah Allah langsung memenuhi permintaan ‘vila’nya untuk tinggal di neraka sana ???

Link sumber: http://www.facebook.com/notes/amalia-ika-paristu/special-for-akuntansi-4a/3 82630664641

Sumber CoPas : http://www.lailahaillallah.com/profile-1316/blog/hati-hati-berbicara-dan-menulis-kata-kata/
Read More..

Hukum Shalat Jama’ah Kedua

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : Bagaimana mendirikan shalat
jama’ah kedua setelah dilakukan jama’ah di dalam satu masjid.


Jawaban.
Ulama fikih berbeda pendapat tentang hukum shalat jama’ah kedua. Sebelum aku menunjukkan perbedaan-perbedaan (pendapat) di antara mereka dan menjelaskan mana yang rajih (unggul) dan marjuh (lemah), aku perlu membatasi (pengertian) jama’ah (kedua) yang diperselisihkan itu.

Permasalahan yang diperselisihkan adalah (shalat) jama’ah yang didirikan disatu masjid yang sebelumnya sudah didirikan oleh imam dan muadzdzin tetap (masjid tersebut).

Adapun jama’ah-jama’ah yang didirikan di tempat lain, seperti di rumah, di masjid
jalanan, kompleks pertokoan tidak termasuk yang dipermasalahkan.

Ulama-ulama mengambil pendapat, bahwa mendirikan jama’ah untuk kedua kalinya dalam satu masjid yang ada imam dan mu’adzdzin rawatibnya hukumnya makruh,berdasar pengambilan dari dua sisi dalil.

[1]. Dalil naqli (dari syara’)
[2]. Dalil nazhari meliputi periwayatan dan hikmah disyari’atkannya shalat berjama’ah.

Adapun berdasar dalil naqli : Setelah para ulama ahli hadits meneliti kehidupan Rasul
Allah, mereka menemukan bahwa Rasul Allah sepanjang hidupnya senantiasa shalat
berjama’ah bersama para sahabatnya di masjid beliau. Bila di antara para sahabatnya ada
yang ketinggalan, tidak bisa shalat berjama’ah bersama rasul Allah di masjid, mereka
shalat sendiri dan tidak menunggu siapa pun. Tidak menengok kanan-kiri, seperti
dilakukan orang sekarang, meminta satu atau banyak orang untuk bersama shalat jama’ah
dan salah seorang dari mereka dijadikan imam. Demikian itu tidak pula diperbuat oleh orang-orang salaf (terdahulu). Bila mereka masuk masjid, ternyata sudah selesai didirikan shalat jama’ah, mereka shalat sendiri-sendiri.

Begitulah yang dijelaskan oleh Iman Syafi’i dalam kitabnya Al-Um. Ungkapan Imam
Syafi’i berkaitan dengan masalah ini lebih banyak dibanding ungkapan imam-imam lain.

Imam Syafi’i berkata :

“Bila ada beberapa orang masuk masjid, lantas mendapati imam telah selesai shalat
(jama’ah) lakukanlah shalat sendiri-sendiri. Bila mereka melakukan shalat berjama’ah
sendiri (lagi) boleh saja. Tapi, aku tidak menyukai semacam itu. Karena hal itu bukan
merupakan karakteristik salaf”

Kemudian Imam Syafi’i melanjutkan :
“Adapun masjid yang ada di pinggir jalan (yang disediakan untuk para musafir) yang
tidak punya imam dan muadzdzin tetap, maka melakukan (shalat) jama’ah berulang kali
di dalam masjid tersebut tidak apa-apa”.

Imam Syafi’i berkata pula :
“Aku telah hafal (beberapa riwayat), sesungguhnya ada sekelompok shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketinggalan shalat berjama’ah.

Lantas merekapun shalat sendiri-sendiri. Padahal mereka mampu mendirikan shalat
jama’ah lagi. Tapi, hal itu tidak dilakukannya, karena mereka tidak suka di satu masjid diadakan (shalat) jama’ah dua kali.

Semua ini merupakan ucapan Imam Syafi’i. Beliau menyebutkan, bahwa para shahabat
apabila ketinggalan shalat berjama’ah (bersama Rasulullah) mereka shalat sendiri-sendiri. Begitulah disebutkan oleh Imam Syafi’i dengan riwayat muallaq (artinya Imam Syafi’i tidak langsung mendapatkan riwayat itu dari seorang rawi tapi rawinya menggantungkan riwayatnya). Al-Hafidzh Abu Bakar Ibnu Abi Syaibah mengaitkannya dalam kitabnya yang masyhur Al-Mushannaf. Riwayatnya berdasarkan sanad yang kuat dari Hasan Al- Bashri, bahwa sesungguhnya para shahabat apabila ketinggalan shalat berjama’ah mereka shalat sendiri-sendiri.

Juga diriwayatkan Imam Ath-Thabari dalam kitabnya Mu’jam Al-Kabir dengan sanad
yang bagus dari shahabt Ibnu Mas’ud. Yaitu suatu saat Ibnu Mas’ud bersama dua temanya
keluar dari rumah menuju masjid untuk mengikuti shalat jama’ah. Saat itu ia melihat
orang-orang keluar masjid, mereka sudah selesai melakukan shalat jama’ah. Maka Ibnu
Mas’ud pun kembali ke rumah bersama dua temannya. Ia shalat berjama’ah bersama
mereka di rumah sekaligus sebagai imam.

Ibnu Mas’ud kembali (ke rumah). Padahal keshahabatannya dengan Rasul Allah cukup
dikenal, pemahaman tentang keislamannya mendalam, andai kata beliau tahu mendirikan
jama’ah berulang-ulang kali di masjid itu diysrai’atkan, pasti beliau dengan kedua
temannya itu masuk masjid dan mendirikan shalat berjama’ah di situ. Karena beliau jelas tahu bahwa Rasul Allah pernah bersabda.

“Artinya : Seutama-utama shalat seseorang itu dirumahnya kecuali shalat fardhu”.

Kemudian apa yang mencegah Ibnu Mas’ud melaksanakan shalat fardhu itu di masjid. ?

Jawabnya.
Karena Ibnu Mas’ud tahu bahwa sesungguhnya apabila melakukan shalat di masjid,
beliau akan melakukannya secara sendiri-sendiri. Ibnu Mas’ud berpendapat, bahwa shalat
berjama’ah di rumah bersama dengan dua temannya akan lebih utama dari pada shalat
sendiri-sendiri meskipun dilakukan di masjid.

Semua ini merupakan kumpulan dalil-dalil naqli yang menguatkan pendapat jumhur
(ulama) bahwa mengadakan jama’ah untuk kedua kalinya di satu masjid itu makruh
hukumnya.

Kemudian para ulama itu pun tidak kehabisan jalan untuk mendapatkan dalil-dalil lain
selain yang sudah dipaparkan. Misalnya, melalui lstimbath dan melihat secara tajam
berkenaan dalil-dalil itu.

Imam Bukhari dan lmam Muslim meriwayatkan hadits dari shahabat Abu Hurairah,
Rasul Allah bersabda:
“Artinya : Aku memiliki kehendak untuk menyuruh seseorang menjadi imam shalat (di
masjid), kemudian aku menyuruh beberapa lelaki untuk mengambil (mengumpulkan)
kayu bakar dan aku keluar menuju ke rumah orang-orang yang tidak mengikuti shalat
berjamaah di masjid. Maka, aku bakar rumahnya. Demi Zat yang jiwa Muhammad
shalallahu ‘alaihi wa sallam berada di tangan-Nya, andaikata orang-orang ku mengetahui bahwa di dalam masjid itu akan ditemukan dua benda yang sangat berharga pasti mereka akan menyaksikannya pula”[Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]

Hadits ini merupakan ancaman dari Rasul Allah atas orang-orang yang suka menyelisihi
terhadap kehadiran (untuk) shalat jamaah di masjid dengan cara membakar rumahnya.
Saya (Al-Albani) melihat, bahwa hadits ini telah memberikan gambaran kepada kita
tentang hukum permasalahan terdahulu (yaitu bahwa shalat berjamaah dua kali atau lebih dalam satu masjid yang ada imam dan mu’adzdzin tetapnya dihukumi makruh (dibenci).
Hadits ini bisa pula memberikan gambaran kepada saya untuk bisa menerima penuturuan
lmam Syafi’i yang diwashalkan oleh lmam lbnu Abi Syaibah bahwa sesungguhnya para
shahabat tidak mau mengulang shalat jamaah di dalam satu masjid. Hal demikian itu
disebabkan, (andai) kita melakukan pembenaran bahwa shalat jamaah yang kedua atau
yang ketiga itu disyariatkan (oleh agama) di dalam satu masjid, kemudian pada sisi lain
ada ancaman yang sangat keras dari Rasul Allah bag! orang-orang yang meninggalkan
shalat jamaah, maka (timbul pertanyaan, ed) shalat jamaah yang keberapa yang apabila
ditinggalkan akan mendapat ancaman yang sangat berat sekali?

Apabila (pengandaian) ini dijawab dengan ucapan, “Shalat jamaah (yang apabila
ditinggalkan itu mendapat ancaman sangat berat) adalah shalat jamaah yang pertama”.

Pengandaian ini juga bisa dilanjutkan dengan perkataan: “Kalau begitu, jamaah yang
kedua dan lainnya tidak disyariatkan?” Kalau dijawab “Ancaman ini meliputi atau
mencakup atas orang-orang yang meninggalkan jamaah, keberapa saja” maka jawapan itu
bisa ditimpali: “Kalau begitu ancaman Rasul Allah tidak bisa dibuat hujjah untuk orang-
orang yang tidak mengikut jamaah yang keberapa pun, kerana andai kata orang-orang
yang tidak mengikuti jamaah itu didatangi secara mendadak, saat mereka tidak berangkat
(ke masjid, ed) dan kita menemukan mereka sedang santai-santai saja dengan anak dan
isteri dan apabila ditegur mengapa tidak mengikuti shalat jamaah? Maka, mereka akan
menjawab: “Kami akan mengikuti jamaah yang kedua saia, atau yang ketiga saja.” Bila
begitu, apakah ancaman Rasul Allah itu dibuat hujjah atas mereka? Oleh kerana itu bila Rasul Allah berkehendak mencari ganti seseorang yang menduduki kedudukan beliau
(sebagai imam) dalam shalat berjamaah, lantas beliau mendatangi rumah-rumah orang
yang meninggalkan shalat berjamaah untuk membakarnya merupakan dalil yang sangat
besar sekall untuk mengatakan bahwa shalat jamaah kedua, ketiga kaii di satu masjid
adalah tidak ada sama sekali.

Adapun berkaitan dengan dalil nazhari, bisa dijelaskan sebagai berikut:

Keberadaan fadhilah (keutamaan) shalat berjamaah telah banyak dihadirkan melalui
hadits-hadits yang masyhur, dan salah satu diantaranya:

“Artinya : Shalat berjamaah dibandingkan shalat sendirian, keutamaannya dua puluh lima(datam satu riwayat dua puluh tujuh) derajat”.

Inilah keutamaan shalat berjamaah
Sebuah hadits lagi.

“Artinya : Sesungguhnya shalat seorang laki-laki (yang berjamaah) dengan seorang laki-laki lain. lebih bersih di sisi Allah daripada shalatnya (seseorang yang) sendirian. Dan shalatnya seorang laki-laki (yang berjamaah) bersama dengan dua orang laki-laki lebih bersih lagi di sisi Allah daripada shalat berjamaah dengan satu oang laki laki” Dan begitu seterusnya, semakin banyak peserta jamaah smakin banyak pula pahala yang diterima.

Apabila kita mengingat makna (arti) ini (yaitu, makna kalimat dalam riwayat di atas, ed),kemudian kita melihat akibat dari penetapan kebolehan mengulangi kembali shalat
jamaah di dalam satu masjid yang punya imam dan mu’adzdzin tetap, akibatnya sangat
buruk sekali bila diukur dengan hukum Islam (yang telah kita paparkan sebelumnya),
yaitu shalat jamaah hanya satu kali. Kerana berpendapat, bahwa shalat jamaah itu boleh didirikan berulang ulang di dalam satu masjid yang ada imam dan muadzdzin ratib (tetap)nya bisa mengarah pada sedikitnya jamaah peserta shalat jamaah yang pertama. Hal ini tentu bertentangan dengan ajakan yang bisa kita petik dari hadits:

“Artinya : Shalat seorang laki-laki dengan laki-laki lain itu lebih bersih dari shalat seorang laki-laki yang sendirian saja”

Karena hadits ini memotivasi agar jamaah bisa banyak pesertanya, begitu pula, pendapat yang membenarkan bolehnya mengulang (menyelenggarakan kembali) shalat jamaah di satu masjid,.niscaya bakal menciptakan kondisi peserta jamaah itu kecil, dan jelas sekali bakal memecah belah persatuan kaum muslimin.

Sekali lagi, kita dituntut melihat secara jernih, bahwa penyebutan harus mengingat hadits Ibnu Mas’ud (dalam shahih Muslim) semisal dengan hadits Abu Hurairah:
“Artinya : Aku berkeinginan menyuruh seseorang untuk menjadi imam shalat
di masjid… dan seterusnya”

Hadits ini, (ashbabulwurudnya), berkenaan dengan orang-orang yang menyelisihi shalat
Jum’at. Kita mengetahui bahwa lbnu Mas’ud melepaskan kata ancaman (mestinya
berdasar ancaman Nabi, ed) terhadap setiap orang yang meninggalkan jamaah. Baik
jamaah Jum’at atau jamaah lainnya. Kita pun mengetahui bahwa sesungguhnya shalat
jamaah Jum’at dan shalat jamaah lainnya sama. Sama di dalam berjamaahnya dan ada
ancamannya. Hal itu menunjukkan tidak ada jamaah untuk kedua kalinya bagi kedua
shalat tersebut.

Untuk shalat Jum’at, sampai sekarang orang masih menjaga pesatuannya. Tidak ada yang
berpendapat bahwa Jum’at itu secara syariat bisa dilaksanakan dua atau tiga kali di dalam satu masjid, dan semua ulama dari golongan (madzhab) manapun sepakat akan hal itu.
Oleh itu, kita bisa melihat masjid-masjid itu penuh sesak dengan jamaah di hari Jum’at.Meskipun, kita juga tidak melupakan, dan ingat secara pasti, bahwa di antara sebab meluapnya masjid-masjid di saat jamaah Jum’at itu di antaranya kerana yang hadir bukan hanya yang biasa melakukan jamaah di masjid itu. Namun, kita pun tidak ragu pula bahwa penuhnya masjid pada hari Jum’at itu kerana orang Islam tidak membiasakan
mendirikan shalat Jum’at lagi setelah shalat Jum’at pertama dilaksanakan. (alhamdulillah).

Jadi kalau umat Islam, misalnya mendirikan jamaah selain Jum’at sama persis dengan
mendirikan jamaah Jum’at seperti pada zaman Rasulullah, kita pasti bias melihat
bagaimana penuhnya masjid masjid itu dengan jamaahnya. Oleh kerana orang-orang
yang rindu akan shalat berjamaah, di dalam hatinya tidak ingin ia ketinggalan jamaah,
lantaran tidak mungkin ia bias mendirikan jamaah baru. Kemudian semacam ini bias
mendorong mereka untuk betul-betul melaksanakan jamaah tepat waktu dengan sebaik-
baiknya.

Sebaliknya, (tidak dimilikinya keyakinan seperti ini) jiwa seorang muslim akan
menganggap ringan bila ia ketinggalan jamaah, kerana ia pun akan bisa menutup dengan
jamaah yang kedua, ketiga sampai kesepuluh misalnya. Cara pandang demikian itu akan
melemahkan kehendak dan semangat diri untuk mnghadiri jamaah.

Dan Pembahasan Berikutnya.

Pertama.
Kita perlu memperjelas bahwa para ulama yang berpendapat tidak disyariatkannya
jamaah kedua, seperti yang telah diterangkan di awal artikel ini, dan andai terpaksa
dilakukan hukumnya makruh, adalah jumhur para imam salaf, termasuk di datamnya
Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan lmam Syafi’i. Adapun lmam Ahmad dalam salah
satu riwayat dan dalam riwayat lain yang dibawa oleh seorang muridnya yang bemama
Abu Dawud As-Sijistani di dalam kitabnya Masa-il al-lmam Ahmad, Imam Ahmad
berkata:

“Sesungguhnya mengulang jamaah di dalam dua masjid al-Haramain (masjid at-haram di
Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah) hukumnya sangat makruh (dibencl)”

Hal ini dilihat dari keutamaan. (Maksudnya, ucapan Imam Ahmad di bahagian awal
artikel ini memberikan gambaran kepada kita), bahawa kemakruhan jamaah ulang di
masjid-masjid lain juga ada. Tapi, kemakruhan itu bisa lebih berat apabila jamaah ulang itu dilakukan di masjid Makkah ataupun Madinah. Jadi riwayat dari lmam Ahmad ini bisa bertemu (sama) pula dengan pendapat para imam yang tiga: Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi’i.

Kedua.
Ada riwayat lain dari Imam Ahmad, yang riwayat ini masyhur di kalangan pengikutnya,
pada intinya lmam Ahmad.dan pengikut-pengikutnya daripada ahli tafsir membawakan
hadits yang diriwayatkan oleh lmam Tirmidzi, lmam Ahmad sendiri dan lain-lainnya dari
kalangan shahabat Abu Sa’id al-Khudri:

“Artinya : Ada seorang lelaki masuk masjid dan Rasul Allah sudah selesai berjamaah
shalat. Di sekitar Rasul waktu itu masih ada beberapa shahabat. Maka, Rasul Allah
melihat lelaki itu akan melakukan shalat sendiri. Kemudian Rasul Allah bersabda,
Adakah seseorang yang bisa bersedekah kepadanya ?, Kemudian ada seorang laki-laki
berdiri, lantas shalat bersamanya. Maka(seseorang itupun) shalat bersamanya”

Dalam satu riwayat yang dibawakan oleh lmam Abu Bakar al-Baihaqi datam kitab Sunan
al-Kubra menjelaskan, bahawa laki-laki yang bersedekah dimaksud adalah shahabat Abu
Bakar. Tetapi, riwayat ini dhaif sanadnya. Adapun yang shahih adalah riwayat yang tidak menyebutkan nama laki-laki dimaksud.

Kemudian ada yang berhujjah dengan hadits ini bahwa jamaah kedua (ketiga dan
seterusnya) boleh dengan alasan: “Rasul Allah telah setuju adanya jamaah kedua.
Jawaban terhadap pendapat ini, yang berdalil dengan hadits di atas dalah: ‘Kita harus
memperhatikan bahawa jamaah yang diterangkan dalam hadits itu bukan jamaah yang
kita persoalkan. Karena, jamaah yang termuat di dalam hadits itu jamaahnya seorang
yang masuk masjid setelah masjid itu selesai digunakan untuk shalat jamaah. Dan lagi,
orang itu pun akan melakukan shalat sendiri. Setelah Rasul Allah melihat yang demikian itu, Rasul Allah meminta para shahabat di dekatnya yang sudah shalat berjamaah bersama beliau kiranya ada yang mau bersedekah untuknya. Kemudian ada yang bangkit menuruti perintah Rasul, dan dia melakukan shalat nafilah (sunnah).

Begitu yang terjadi. ltu merupakan jamaah yang terdiri dari dua orang, satu imam dan
satu makmum. Imam melakukan shalat fardhu dan yang makmum melakukan shalat
sunnah. Maka, siapakah yang berkeyakinan bahwa hal ini jamaah? Seandainya tidak ada
yang bershalat sunnah, tentu tak akan ada jamaah. Kalau begitu, jamaah semacam itu
namanya berjamaah tathawwu’ dan tanafful, bukan jamaah (shalat) fardhu. Padahal
perselisihan pendapat tentang jamaah ini, persoalannya berputar pada jamaah shalat
fardhu yang dilakukan jamaah, persoalannya berputar pada jamaah shalat fardhu yang
dilakukan untuk kedua kalinya di satu masjid (yang ada imam ratibnya dan mu’adzdzin).
Oteh kerana itu mengambil dalil dengan hadits Abi Sa’id dan ditempatkan dalam
kerangkan perselisihan tentu tidak bisa dibenarkan. Apalagi bila dikuatkan dengan
kalimat hadits:

“Artina : Adakah seseorang yang mau bersedekah kepadanya ? Maka, (sesearang itupun)
shalat bersamanya”.

Kejadian ini terjadi karena adanya orang yang bersedekah dan yang disedekahi.
Seandainya kita tanyakan kepada orang yang sangat sedikit pemahaman dan ilmunya,
siapa (dari dua orang ini) yang bersedekah dan yang disedekahi dalam peristiwa ini?

Maka, jawabnya pasti orang yang besedekah ialah orang yang melakukan shalat lagi,
yang sebelumnya sudah shalat berjamaah dibelakang Rasuluilah, dan orang yang
disedekahi adalah orang yang datang belakangan sehabis jamaah Rasulullah.

Pertanyaannya itu sendiri apabila kita lemparkan ke dalam masalah jamaah yang
diperselisihkan kebolehannya, (misalnya) ada enam atau tujuh orang masuk masjid secara
bersamaan dan menemukan imam sudah selesai melakukan jamaah shalat. Kemudian
salah satu dari mereka maju ke depan (untuk menjadi imam sedang lainnya di belakang
mengatur diri dalam posisi makmum), dan mereka mendirikan jamaah kedua.
Pertanyaan, siapa di antara mereka yang bersedekah dan siapa pula yang disedekahi?

Pertanyaan ini tidak akan mampu dijawab oleh siapa pun, sebagaimana menjawab
(contoh) pertanyaan pertama. Jamaah shalat yang ini dilakukan setelah imam dan
makmum di masjid itu selesai melakukan shalat jamaah fardhu. Jadi, dalam hal ini tidak ada yang bersedekah dan tidak ada pula yang disedekahi.

Bedanya jelas sekali. Dalam contoh pertama, orang yang bersedekah adalah laki-laki
yang (shalat) nafilah (sunnah) yang sudah shalat bersama Rasul Allah yang tentunya
mendapatkan nilai tambah (pahala) sebanyak dua puluh tujuh derajat. Jadi dia bisa
disebut orang kaya. Kerana kemampuannya pula dia bisa bersedekah kepada orang lain
dan kepada yang menjadi imam (melalui shalat sunnah dengan bermakmum di belakang
orang yang shalat sendirian). Kalau tidak begitu, orang itu akan shalat sendiri. Dia miskin, dan dia memerlukan orang yang bisa memberi sedekah padanya. Sebab, dia tidak bisa mengupayakan orang yang bisa memberi sedekah.

Dalam contoh ini, jelas ada orang yang memberi sedekah dan ada yang diberi sedekah.
Adapun yang kita perselisihkan tidak demikian. Rombongan yang datangng setelah
selesai jamaah shalat di masjid, semuanya fakir, semuanya ketinggalan jamaah pertama
(bersama imam). Jadi kalau kita bersandar dengan:

“Adakah seseorang yang mau bersedekah kepadanya. Maka (seseorang itu pun) shalat
bersamanya”

Hal itu tidak bisa tepat. Perumpamaan ini tidak sah untuk dijadikan dalil bagi peristiwa kedua (yaitu, bagi serombongan orang melakukan shalat jamaah kedua).

Sisi pengambilan dalil lainnya yang mereka bawakan adalah sabda beliau:

“Artinya : Shalat berjamaah dibanding shalat sendiri, keutamaannya dua puluh tujuh
derajat”

Mereka mengambil dalil ini, berdasarkan pemahaman bahawa al pada kalimat al-Jamaah
adalah li as-syumul (bagi keseluruhan). Artinya, bahwa semua shalat jamaah (baik
pertama, kedua, ketiga dan seterusnya, ed) di dalam satu masjid memperoleh keutamaan
bila dibandingkan shalat sendirian.
(Untuk mengomentari itu) kami akan mengatakan berdasarkan dalil terdahulu:
Sesungguhnya al di sini bukan untuk keseluruhan, akan tetapi al dimaksud adalah li al- ‘ahdi (untuk penunjukan). Maksudnya, menunjuk kepada shalat jamaah sebagaimana
disyariatkan Rasul Allah yang semua manusia dihasung kepadanya. (Bahkan), beliau
mengancam orang-orang yang meninggalkannya dengan ancaman akan membakar
rumah-rumah mereka dan Rasul Allah juga memberikan sifat kepada orang-orang yang
meninggalkannya dengan sebutan munafiqin. Adalah shalat jamaah yang memiliki
keutamaan dibanding shalat sendiri, yaitu shalat jamaah yang pertama. Wallahu Ta’ala
a’lam.

[Disalin dari buku HUKUM SHALAT JAMA'AH KEDUA, oleh Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Dinukil dari Rubrik Masa'il... Wa Ajwibatuha
Majalah Al-Ashalah Edisi 15 Rajab 1415H, Penerjemah Musta'in Masyhur,
Penerbit Yayasan Al-Madinah]

Oleh
Al-Allamah -Al-Muhaddits Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Read More..

Kisah dari GAZA tentang tentara-tentara dari Langit


Gaza, itulah nama hamparan tanah yang luasnya tidak lebih dari 360 km persegi. Berada di Palestina Selatan, “terjepit” di antara tanah yang dikuasai penjajah Zionis Israel, Mesir, dan laut Mediterania, serta dikepung dengan tembok di sepanjang daratannya.

Sudah lama Israel “bernafsu” menguasai wilayah ini. Namun, jangankan menguasai, untuk bisa masuk ke dalamnya saja Israel sangat kesulitan.

Sudah banyak cara yang mereka lakukan untuk menundukkan kota kecil ini. Blokade rapat yang membuat rakyat Gaza kesulitan memperoleh bahan makanan, obat-obatan, dan energi, telah dilakukan sejak 2006 hingga kini. Namun, penduduk Gaza tetap bertahan, bahkan perlawanan Gaza atas penjajahan Zionis semakin menguat.



Akhirnya Israel melakukan serangan “habis-habisan” ke wilayah ini sejak 27 Desember 2008 hingga 18 Januari 2009. Mereka”mengguyurkan” ratusan ton bom dan mengerahkan semua kekuatan hingga pasukan cadangannya.

Namun, sekali lagi, negara yang tergolong memiliki militer terkuat di dunia ini harus mundur dari Gaza.



Di atas kertas, kemampuan senjata AK 47, roket anti tank RPG, ranjau, serta beberapa jenis roket buatan lokal yang biasa dipakai para mujahidin Palestina, tidak akan mampu menghadapi pasukan Israel yang didukung tank Merkava yang dikenal terhebat di dunia. Apalagi menghadapi pesawat tempur canggih F-16, heli tempur Apache, serta ribuan ton “bom canggih” buatan Amerika Serikat.



Akan tetapi di sana ada “kekuatan lain” yang membuat para mujahidin mampu membuat “kaum penjajah” itu hengkang dari Gaza dengan muka tertunduk, walau hanya dengan berbekal senjata-senjata “kuno”.

Itulah pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang diberikan kepada para pejuangnya yang taat dan ikhlas. Kisah tentang munculnya “pasukan lain” yang ikut bertempur bersama para mujahidin, semerbak harum jasad para syuhada, serta beberapa peristiwa “aneh” lainnya selama pertempuran, telah beredar di kalangan masyarakat Gaza, ditulis para jurnahs, bahkan disiarkan para khatib Palestina di khutbah-khutbah Jumat mereka.

Berikut ini adalah rangkuman kisah-kisah “ajaib” tersebut dari berbagai sumber untuk kita ingat dan renungkan.

Pasukan “Berseragam Putih” di Gaza

Ada “pasukan lain” membantu para mujahidin Palestina. Pasukan Israel sendiri mengakui adanya pasukan berseragam putih itu.

Suatu hari di penghujung Januari 2009, sebuah rumah milik keluarga Dardunah yang berada di antara Jabal Al Kasyif dan Jabal Ar Rais, tepatnya di jalan Al Qaram, didatangi oleh sekelompok pasukan Israel.

Seluruh anggota keluarga diperintahkan duduk di sebuah ruangan. Salah satu anak laki-laki diinterogasi mengenai ciri-ciri para pejuang al-Qassam.

Saat diinterogasi, sebagaimana ditulis situs Filisthin Al Aan (25/1/2009), mengutip cerita seorang mujahidin al-Qassam, laki-laki itu menjawab dengan jujur bahwa para pejuang al-Qassam mengenakan baju hitam-hitam. Akan tetapi tentara itu malah marah dan memukulnya hingga laki-laki malang itu pingsan.

Selama tiga hari berturut-turut, setiap ditanya, laki-laki itu menjawab bahwa para pejuang al-Qassam memakai seragam hitam. Akhirnya, tentara itu naik pitam dan mengatakan dengan keras, “Wahai pembohong! Mereka itu berseragam putih!”

Cerita lain yang disampaikan penduduk Palestina di situs milik Brigade Izzuddin al-Qassam, Multaqa al-Qasami, juga menyebutkan adanya “pasukan lain” yang tidak dikenal. Awalnya, sebuah ambulan dihentikan oleh sekelompok pasukan Israel. Sopirnya ditanya apakah dia berasal dari kelompok Hamas atau Fatah? Sopir malang itu menjawab, “Saya bukan kelompok mana-mana. Saya cuma sopir ambulan.”

Akan tetapi tentara Israel itu masih bertanya, “Pasukan yang berpakaian putih-putih dibelakangmu tadi, masuk kelompok mana?” Si sopir pun kebingungan, karena ia tidak melihat seorangpun yang berada di belakangnya. “Saya tidak tahu,” jawaban satu-satunya yang ia miliki.

Suara Tak Bersumber

Ada lagi kisah karamah mujahidin yang kali ini disebutkan oleh khatib masjid Izzuddin Al Qassam di wilayah Nashirat Gaza yang telah ditayangkan oleh TV channel Al Quds, yang juga ditulis oleh Dr Aburrahman Al Jamal di situs Al Qassam dengan judul Ayaat Ar Rahman fi Jihad Al Furqan (Ayat-ayat Allah dalam Jihad Al Furqan).

Sang khatib bercerita, seorang pejuang telah menanam sebuah ranjau yang telah disiapkan untuk menyambut pasukan Zionis yang melalui jalan tersebut.

“Saya telah menanam sebuah ranjau. Saya kemudian melihat sebuah helikopter menurunkan sejumlah besar pasukan disertai tank-tank yang beriringan menuju jalan tempat saya menanam ranjau,” kata pejuang tadi.

Akhirnya, sang pejuang memutuskan untuk kembali ke markas karena mengira ranjau itu tidak akan bekerja optimal. Maklum, jumlah musuh amat banyak.

Akan tetapi, sebelum beranjak meninggalkan lokasi, pejuang itu mendengar suara “Utsbut, tsabatkallah” yang maknanya kurang lebih, “tetaplah di tempat maka Allah menguatkanmu.” Ucapan itu ia dengar berulang-ulang sebanyak tiga kali.
“Saya mencari sekeliling untuk mengetahui siapa yang mengatakan hal itu kapada saya. Akan tetapi saya malah terkejut, karena tidak ada seorang pun yang bersama saya,” ucap mujahidin itu, sebagaimana ditirukan sang khatib.

Akhirnya sang mujahid memutuskan untuk tetap berada di lokasi. Ketika sebuah tank melewati ranjau yang tertanam, sesualu yang “ajaib” terjadi. Ranjau itu justru meledak amat dahsyat. Tank yang berada di dekatnya langsung hancur. Banyak serdadu Israel meninggal seketika. Sebagian dari mereka harus diangkut oleh helikopter. “Sedangkan saya sendiri dalam keadaan selamat,” kata mujahid itu lagi, melalui lidah khatib.

Cerita yang disampaikan oleh seorang penulis Mesir, Hisyam Hilali, dalam situs alraesryoon.com, ikut mendukung kisah-kisah sebelumnya. Abu Mujahid, salah seorang pejuang yang melakukan ribath (berjaga) mengatakan,



“Ketika saya mengamati gerakan tank-tank di perbatasan kota, dan tidak ada seorang pun di sekitar, akan tetapi saya mendengar suara orang yang bertasbih dan beritighfar. Saya berkali-kali mencoba untuk memastikan asal suara itu, akhirnya saya memastikan bahwa suara itu tidak keluar kecuali dari bebatuan dan pasir.”

Cerita mengenai “pasukan tidak dikenal” juga datang dari seorang penduduk rumah susun wilayah Tal Islam yang handak mengungsi bersama keluarganya untuk menyelamatkan diri dari serangan Israel.

Di tangga rumah ia melihat beberapa pejuang menangis. “Kenapa kalian menangis?” tanyanya.

“Kami menangis bukan karena khawatir keadaan diri kami atau takut dari musuh. Kami menangis karena bukan kami yang bertempur. Di sana ada kelompok lain yang bertempur memporak-porandakan musuh, dan kami tidak tahu dari mana mereka datang,” jawabnya.

Saksi Serdadu Israel
Cerita tentang “serdadu berseragam putih” tak hanya diungkap oleh mujahidin Palestina atau warga Gaza. Beberapa personel pasukan Israel sendiri menyatakan hal serupa.

Situs al-Qassam memberitakan bahwa TV Channel 10 milik Israel telah menyiarkan seorang anggota pasukan yang ikut serta dalam pertempuran Gaza dan kembali dalam keadaan buta.

“Ketika saya berada di Gaza, seorang tentara berpakaian putih mendatangi saya dan menaburkan pasir di mata saya, hingga saat itu juga saya buta,” kata anggota pasukan ini.

Di tempat lain ada serdadu Israel yang mengatakan mereka pernah berhadapan dengan “hantu”. Mereka tidak diketahui dari mana asalnya, kapan munculnya, dan ke mana menghilangnya.

Masih dari Channel 10, seorang Lentara Israel lainnya mengatakan, “Kami berhadapan dengan pasukan berbaju putih-putih dengan jenggot panjang. Kami tembak dengan senjata, akan tetapi mereka tidak mati.”

Cerita ini menggelitik banyak pemirsa. Mereka bertanya kepada Channel 10, siapa sebenarnya pasukan berseragam putih itu?

Sudah Meledak, Ranjau Masih Utuh
Di saat para mujahidin terjepit, hewan-hewan dan alam tiba-tiba ikut membantu, bahkan menjelma menjadi sesuatu yang menakutkan.

Sebuah kejadian “aneh” terjadi di Gaza Selatan, tepatnya di daerah AI Maghraqah. Saat itu para mujahidin sedang memasang ranjau. Di saat mengulur kabel, tiba-tiba sebuah pesawat mata-mata Israel memergoki mereka. Bom pun langsung jatuh ke lokasi itu.

Untunglah para mujahidin selamat. Namun, kabel pengubung ranjau dan pemicu yang tadi hendak disambung menjadi terputus. Tidak ada kesempatan lagi untuk menyambungnya, karena pesawat masih berputar-putar di atas.

Tak lama kemudian, beberapa tank Israel mendekati lokasi di mana ranjau-ranjau tersebut ditanam. Tak sekadar lewat, tank-tank itu malah berhenti tepat di atas peledak yang sudah tak berfungsi itu.

Apa daya, kaum Mujahidin tak bisa berbuat apa-apa. Kabel ranjau jelas tak mungkin disambung, sementara tank-tank Israel telah berkumpul persis di atas ranjau.

Mereka merasa amat sedih, bahkan ada yang menangis ketika melihat pemandangan itu. Sebagian yang lain berdoa, “allahumma kama lam tumakkinna minhum, allahumma la tumakkin lahum,” yang maknanya, “Ya Allah, sebagaimana engkau tidak memberikan kesempatan kami menghadapi mereka, jadikanlah mereka juga lidak memiliki kesempatan serupa.”

Tiba-tiba, ketika fajar tiba, terjadilah keajaiban. Terdengar ledakan dahsyat persis di lokasi penanaman ranjau yang tadinya tak berfungsi.

Setelah Tentara Israel pergi dengan membawa kerugian akibat ledakan lersebut, para mujahidin segera melihal lokasi ledakan. Sungguh aneh, ternyata seluruh ranjau yang telah mereka tanam itu masih utuh. Dari mana datangnva ledakan? Wallahu a’lam.

Api Tidak Membakar

Masih dari wilayah Al Maghraqah. Saat pasukan Israel menembakkan artileri ke salah satu rumah, hingga rumah itu terbakar dan api menjalar ke rumah sebelahnya, para mujahidin dihinggapi rasa khawatir jika api itu semakin tak terkendali.

Seorang dari mujahidin itu lalu berdoa,”Wahai Dzat yang merubah api menjadi dingin dan tidak membahayakan untuk Ibrahim, padamkanlah api itu dengan kekuatan-Mu.”

Maka, tidak lebih dari tiga menit, api pun padam. Para niujahidin menangis terharu karena mereka merasa Allah Subhanuhu wa Ta’ala (SWT) telah memberi pertolongan dengan terkabulnya doa mereka dengan segera.

Merpati dan Anjing
Seorang mujahid Palestina menuturkan kisah “aneh” lainnya kepada situs Filithin Al Aan (25/1/ 2009). Saat bertugas di wilayah Jabal Ar Rais, sang mujahid melihat seekor merpati terbang dengan suara melengking, yang melintas sebelum rudal-rudal Israel berjatuhan di wilayah itu.

Para mujahidin yang juga melihat merpati itu langsung menangkap adanya isyarat yang ingin disampaikan sang merpati.

Begitu merpali itu melintas, para mujahidin langsung berlindung di tempat persembunyian mereka. Ternyata dugaan mereka benar. Selang beberapa saat kemudian bom-bom Israel datang menghujan. Para mujahidin itu pun selamat.

Adalagi cerita “keajaiban” mengenai seekor anjing, sebagaimana diberitakan situs Filithin Al Aan. Suatu hari, tatkala sekumpulan mujahidin Al Qassam melakukan ribath di front pada tengah malam, tiba-tiba muncul seekor anjing militer Israel jenis doberman. Anjing itu kelihatannya memang dilatih khusus untuk membantu pasukan Israel menemukan tempat penyimpanan senjata dan persembunyian para mujahidin.

Anjing besar ini mendekat dengan menampakkan sikap tidak bersahabat. Salah seorang mujahidin kemudian mendekati anjing itu dan berkata kepadanya, “Kami adalah para mujahidin di jalan Allah dan kami diperintahkan untuk tetap berada di tempat ini. Karena itu, menjauhlah dari kami, dan jangan menimbulkan masalah untuk kami.”

Setelah itu, si anjing duduk dengan dua tangannya dijulurkan ke depan dan diam. Akhirnya, seorang mujahidin yang lain mendekatinya dan memberinya beberapa korma. Dengan tenang anjing itu memakan korma itu, lalu beranjak pergi.

Kabut pun Ikut Membantu
Ada pula kisah menarik yang disampaikan oleh komandan lapangan Al Qassam di kamp pengungsian Nashirat, langsung setelah usai shalat dhuhur di masjid Al Qassam (17/1/2009).

Saat itu sekelompok mujahidin yang melakukan ribath di Tal Ajul terkepung oleh tank-tank Israel dan pasukan khusus mereka. Dari atas, pesawat mata-mata terus mengawasi.

Di saat posisi para mujahidin terjepit, kabut tebal tiba-tiba turun di malam itu. Kabut itu lelah menutupi pandangan mata tentara Israel dan membantu pasukan mujahidin keluar dari kepungan.

Kasus serupa diceritakan oleh Abu Ubaidah. salah satu pemimpin lapangan Al Qassam, sebagaimana ditulis situs almesryoon.com (sudah tidak bisa diakses lagi). la bercerita bagaimana kabut tebal tiba-tiba turun dan membatu para mujahidin untuk melakukan serangan.

Awalnya, pasukan mujahiddin tengah menunggu waktu yang tepat untuk mendekati tank-tank tentara Israel guna meledakkannya. “Tak lupa kami berdoa kepada Allah agar dimudahkan untuk melakukan serangan ini,” kata Abu Ubaidah.

Tiba-tiba turunlah kabut tebal di tempat tersebut. Pasukan mujahidin segera bergerak menyelinap di antara tank-tank, menanam ranjau-ranjau di dekatnya, dan segera meninggalkan lokasi tanpa diketahui pesawat mata-mata yang memenuhi langit Gaza, atau oleh pasukan infantri Israel yang berada di sekitar kendaraan militer itu. Lima tentara Israel tewas di tempat dan puluhan lainnya luka-luka setelah ranjau-ranjau itu meledak.

Selamat Dengan al-Qur’an
Cerita ini bermula ketika salah seorang pejuang yang menderita luka memasuki rumah sakit As Syifa’. Seorang dokter yang memeriksanya kaget ketika mengelahui ada sepotong proyektil peluru bersarang di saku pejuang tersebut.

Yang membuat ia sangat kaget adalah timah panas itu gagal menembus jantung sang pejuang karena terhalang oleh sebuah buku doa dan mushaf al-Qur’an yang selalu berada di saku sang pejuang.

Buku kumpulun doa itu berlobang, namun hanya sampul muka mushaf itu saja yang rusak, sedangkan proyektil sendiri bentuknya sudah “berantakan”.

Kisah ini disaksikan sendiri oleh Dr Hisam Az Zaghah, dan diceritakannya saat Festival Ikatan Dokter Yordan sebagaimana ditulis situs partai Al Ikhwan Al Muslimun (23/1/2009).

Dr. Hisam juga memperlihatkan bukti berupa sebuah proyektil peluru, mushaf Al Qur’an, serta buku kumpulan doa-doa berjudul Hishnul Muslim yang menahan peluru tersebut.

Abu Ahid, imam Masjid AnNur di Hay As Syeikh Ridzwan, juga punya kisah menarik. Sebelumnya, Israel telah menembakkan 3 rudalnya ke masjid itu hingga tidak tersisa kecuali hanya puing-puing bangunan. “Akan tetapi mushaf-mushaf Al Quran tetap berada di tampatnya dan tidak tersentuh apa-apa,” ucapnya seraya tak henti bertasbih.

“Kami temui beberapa mushaf yang terbuka tepat di ayat-ayat yang mengabarkan tentang kemenangan dan kesabaran, seperti firman Allah,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ

‘Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata, sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali,”(Al-Baqarah [2]: 155-156),” jelas Abu Ahid sebagaimana dikutip Islam Online (15/1/2009).

Harum Jasad Para Syuhada
Abdullah As Shani adalah anggota kesatuan sniper (penembak jitu) al-Qassam yang menjadi sasaran rudal pesawat F-16 Israel ketika sedang berada di pos keamanan di Nashirat, Gaza.

Jasad komandan lapangan al-Qassam dan pengawal khusus para tokoh Hamas ini “hilang” setelah terkena rudal. Selama dua hari jasad tersebut dicari, ternyata sudah hancur tak tersisa kecuali serpihan kepala dan dagunya. Serpihan-serpihan tubuh itu kemudian dikumpulkan dan dibawa pulang ke rumah oleh keluarganya untuk dimakamkan.

Sebelum dikebumikan, sebagaimana dirilis situs syiria-aleppo. com (24/1/2009), serpihan jasad tersebut sempat disemayamkan di sebuah ruangan di rumah keluarganya. Beberapa lama kemudian, mendadak muncul bau harum misk dari ruangan penyimpanan serpihan tubuh tadi.

Keluarga Abdullah As Shani’ terkejut lalu memberitahukan kepada orang-orang yang mengenal sang pejuang yang memiliki kuniyah (julukan) Abu Hamzah ini.

Lalu, puluhan orang ramai-ramai mendatangi rumah tersebut untuk mencium bau harum yang berasal dari serpihan-serpihan tubuh yang diletakkan dalam sebuah kantong plastik.

Bahkan, menurut pihak keluarga, 20 hari setelah wafatnya pria yang tak suka menampakkan amalan-amalannya ini, bau harum itu kembali semerbak memenuhi rungan yang sama.

Cerita yang sama terjadi juga pada jenazah Musa Hasan Abu Nar, mujahid Al Qassam yang juga syahid karena serangan udara Israel di Nashiriyah. Dr Abdurrahman Al Jamal, penulis yang bermukim di Gaza, ikut mencium bau harum dari sepotong kain yang terkena darah Musa Hasan Abu Nar. Walau kain itu telah dicuci berkali-kali, bau itu tetap semerbak.

Ketua Partai Amal Mesir, Majdi Ahmad Husain, menyaksikan sendiri harumnya jenazah para syuhada. Sebagaunana dilansir situs Al Quds Al Arabi (19/1/2009), saat masih berada di Gaza, ia menyampaikan, “Saya telah mengunjungi sebagian besar kota dan desa-desa. Saya ingin melihat bangunan-bangunan yang hancur karena serangan Israel. Percayalah, bahwa saya mencium bau harumnya para syuhada.”

Dua Pekan Wafat, Darah Tetap Mengalir
Yasir Ali Ukasyah sengaja pergi ke Gaza dalam rangka bergabung dengan sayap milisi pejuang Hamas, Brigade Izzuddin al-Qassam. Ia meninggalkan Mesir setelah gerbang Rafah, yang menghubungkan Mesir-Gaza, terbuka beberapa bulan lalu.

Sebelumnya, pemuda yang gemar menghafal al-Qur’an ini sempat mengikuti wisuda huffadz (para penghafal) al-Qur’an di Gaza dan bergabung dengan para mujahidin untuk memperoleh pelatihan militer. Sebelum masuk Gaza, di pertemuan akhir dengan salah satu sahabatnya di Rafah, ia meminta didoakan agar memperoleh kesyahidan.

Untung tak dapat ditolak, malang tak dapat diraih, di bumi jihad Gaza, ia telah memperoleh apa yang ia cita-citakan. Yasir syahid dalam sebuah pertempuran dengan pasukan Israel di kamp pengungsian Jabaliya.

Karena kondisi medan, jasadnya baru bisa dievakuasi setelah dua pekan wafatnya di medan pertempuran tersebut.

Walau sudah dua pekan meninggal, para pejuang yang ikut serta melakukan evakuasi menyaksikan bahwa darah segar pemuda berumur 21 tahun itu masih mengalir dan fisiknya tidak rusak. Kondisinya mirip seperti orang yang sedang tertidur.

Sebelum syahid, para pejuang pernah menawarkan kepadanya untuk menikah dengan salah satu gadis Palestina, namun ia menolak. “Saya meninggalkan keluarga dan tanah air dikarenakan hal yang lebih besar dari itu,” jawabnya.

Kabar tentang kondisi jenazah pemuda yang memiliki kuniyah Abu Hamzah beredar di kalangan penduduk Gaza. Para khatib juga menjadikannya sebagai bahan khutbah Jumat mereka atas tanda-tanda keajaiban perang Gaza. Cerita ini juga dimuat oleh Arab Times (7/2/ 2009)

Terbunuh 1.000, Lahir 3.000
Hilang seribu, tumbuh tiga ribu. Sepertinya, ungkapan ini cocok disematkan kepada penduduk Gaza. Kesedihan rakyat Gaza atas hilangnya nyawa 1.412 putra putrinya, terobati dengan lahirnya 3.700 bayi selama 22 hari gempuran Israel terhadap kota kecil ini.

Hamam Nisman, Direktur Dinas Hubungan Sosial dalam Kementerian Kesehatan pemerintahan Gaza menyatakan bahwa dalam 22 hari 3.700 bayi lahir di Gaza. “Mereka lahir antara tanggal 27 Desember 2008 hingga 17 Januari 2009, ketika Israel melakukan serangan yang menyebabkan meninggalnya 1.412 rakyat Gaza, yang mayoritas wanita dan anak-anak,” katanya.
Bulan Januari tercatat sebagai angka kelahiran tertinggi dibanding bulan-bulan sebelumnya. “Setiap tahun 50 ribu kasus kelahiran tercatat di Gaza. Dan, dalam satu bulan tercatat 3.000 hingga 4.000 kelahiran. Akan tetapi di masa serangan Israel 22 hari, kami mencatat 3.700 kelahiran dan pada sisa bulan Januari tercatat 1.300 kelahiran. Berarti dalam bulan Januari terjadi peningkatan kelahiran hingga 1.000 kasus.

Rasio antara kematian dan kelahiran di Gaza memang tidak sama. Angka kelahiran, jelasnya lagi, mencapai 50 ribu tiap tahun, sedang kematian mencapai 5 ribu.
“Israel sengaja membunuh para wanita dan anak-anak untuk menghapus masa depan Gaza. Sebanyak 440 anak-anak dan 110 wanita telah dibunuh dan 2.000 anak serta 1.000 wanita mengalami luka-luka.

Karena kekejaman zionos yahudi, semua makhluk Allah melawannya, Maha benar sabda Rasulullaah SAW dalam haditsnya:

Dari Abi Hurairah ra. bahwa Nabi SAW bersabda, "Tidak akan terjadi hari kiamat hingga kalian (muslimin) memerangi Yahudi, kemudian batu berkata di belakang Yahudi, "Wahai muslim, inilah Yahudi di belakangku, bunuhlah!" (HR Bukhari dan Muslim dalam Shahih Jami' Ash-Shaghir no. 7414)

لا تقوم الساعة حتى يقاتل المسلمون اليهود، فيقتلهم المسلمون حتى يختبئ اليهودي من وراء الحجر والشجر، فيقول الحجر أو الشجر: يا مسلم، يا عبد الله، هذا يهودي خلفي، فتعال فاقتله.. إلا الغرقد، فإنه من شجر اليهود" (ذكره في: صحيح الجامع الصغير أيضًا -7427)

Tidak akan terjadi hari kiamat, hingga muslimin memerangi Yahudi. Orang-orang Islam membunuh Yahudi sampai Yahudi bersembunyi di balik batu dan pohon. Namun batu atau pohon berkata, "Wahai muslim, wahai hamba Allah, inilah Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuh saja. Kecuali pohon Gharqad (yang tidak demikian), karena termasuk pohon Yahudi." (HR Muslim dalam Shahih Jami' Ash-shaghir no. 7427)
Read More..

Dialog Rosullulah dengan Iblis

Dialog ini saya petik dari Buku Dialog Rasulullah dengan Iblis, karya H. Abu Bakar Yacub, Penerbit Maju, Medan. Riwayat ini belum saya temukan dalam hadits shahih, mungkin rekan-rekan bisa menambahkannya bila perlu. Namun demikian dialog ini tetap saya tulis disini agar kita dapat mengambil suatu pelajaran.

Pada suatu hari ketika Rasulullah sedang duduk-duduk sendirian datanglah iblis dengan rupa orang tua yang buta sebelah matanya dan berjanggut panjang. Ia mengatakan bahwa Allah melalui Malaikat-Nya menekankan kepada iblis agar tidak membuat berita bohong karena apabila dia berdusta sepatah katapun maka Allah akan memutuskan ruas-ruas tubuhnya dan urat-uratnya serta akan menyiksanya dengan siksaan yang dasyat. Rasulullah tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Dialogpun dimulai:

Nabi : Siapakah musuhmu yang terbesar?

Iblis : Engkaulah musuhku yang terbesar di dunia ini.

Nabi : Bagaimana pendapatmu tentang aku?

Iblis : Aku mampu mengubah diri, bentuk, rupa serta suara siapapun bahkan menirukan segala suara binatang dan lain-lain. Namun aku tak sanggup menyamar menyerupaimu karena Allah melarang keras. Sekali-kali aku tak berani melangggar larangan itu. Bila aku berbuat juga niscaya hancurlah aku menjadi abu.

Nabi : Bagaimana caramu memperlakukan makhluk Allah?

Iblis : Ada beberapa cara :

- Terhadap wanita kugiatkan nafsunya hingga merenggangkan kedua pahanya kepada laki-laki yang bukan suaminya. Dengan begini terjadilah perzinahan.

- Sebagian kulalaikan dari zakat, dan kuberdayakan dengan makanan dan minuman haram serta perbuatan maksiat.

- Sebagian aku lalaikan dengan harta kekayaan sehingga dengan itu mereka berbuat maksiat.

- Antara kaum laki-laki dan kaum wanita kuperdaya imannya hingga berbelok dan lemah. Dengan demikian lebih mudah bagiku menarik mereka ke jalan maksiat. Kusenangkan mereka di tempat-tempat hiburan dengan minuman keras. Dan bila rasa malu telah hilang karena mabuk maka hilang pula akal dan pikirannya, saat itu kutaburkan syahwat di antara mereka sehingga terbukalah pintu-pintu maksiat yang besar.

- Dan apabila mereka terlanjur melakukan maksiat-maksiat besar lalu ingin bertaubat dan mulai beribadah lagi maka kukerahkan segala taktik supaya mereka menangguhkan taubat dan ibadahnya.

- Sebagian kumasuki hatinya supaya mereka beramal dengan riya (supaya dipuji orang) dan ujub (mengagumi amalnya sendiri). Penghasutan ini berlaku siang dan malam.

Nabi : Mengapa engkau bersusah payah melakukan pekarjaan yang tak memberimu faedah malah menambah kutuk dan laknat bagimu di akherat.

Iblis : Ini dikarenakan oleh hawa nafsu, takabbur, hasad dan dengki sehingga menjatuhkan aku kedalam kehinaan. Aku telah beribu-ribu tahun menjadi pemimpin segala malaikat melakukan tasbih dan ibadah kepada Allah sampai datanglah firman Allah kepada kami:

"Aku hendak menciptakan seorang khalifah di dunia".

Dan setelah Adam tercipta, kami diperintahkan sujud kepadanya. Semua malaikat sujud tetapi aku tidak dengan alasan aku lebih mulia daripada Adam karena aku diciptakan dari api sedang Adam dari tanah. Dan karena kesombonganku Tuhan murka. Aku diusir dan dilaknat sampai hari kiamat. Wajahku yang dulunya bercahaya dan cakap sirna menjadi buruk dan keji, sedangkan Adam ditetapkan menjadi khalifah dan bertempat tinggal di surga bersama istrinya Siti Hawa. Mereka bergembira ria didalamnya sehingga dendamku menjadi-jadi. Melalui Hawa tipu dayaku berhasil. Mereka memakan buah larangan, lalu Allah murka dan menurunkan mereka di tempat yang terpisah di bumi. Setelah sekian lama baru mereka bertemu kemudian mempunyai anak laki-laki dan perempuan. Lalu kuhasut pula anak Adam yang bernama Qobil agar membunuh saudaranya Habil. Aku belum puas sampai disitu, aku akan terus memperdaya anak cucu Adam hingga hari kiamat. Namun setelah engkau di utus, segala rayuan dan bujukan yang kulakukan terhalang karena mereka Engkau ajak menganut agama Islam. Dahulu sebelum engkau dilahirkan, aku dan tentara-tentaraku bebas naik kelangit mencari rahasia-rahasia tentang nasib manusia atau tulisan yang menyuruh manusia beribadah dengan ganjaran surga. Maka apabila aku turun kubisikkan pada mereka dengan cara yang bertentangan sehingga mereka tersesat. Tetapi sejak engkau dilahirkan, golongan iblis tidak lagi di perbolehkan naik kelangit. Pintu-pintu langit dijaga ketat oleh malaikat-malaikat dan bila aku dan tentaraku bersikeras menerobosl langit, para malaikat membidik dengan panah-panah berapi. Banyak tentaraku yang terbakar karenanya.

Nabi : Apa yang lebih engkau dahulukan dalam memperdayakan manusia?

Iblis : Pertama-tama kupalingkan imannya supaya mengubah iktikadnya dari mukmin kepada syikrik, baik dari perkataan, perbuatan maupun niat di hatinya. Jika tidak dapat kupalingkan dengan cara ini aku mengubah cara dengan mengurangkan pahalanya supaya lama-kelamaan terjerumus dalam tipu dayaku.

Nabi : Bagaimana keadaanmu bila ummatku menegakkan sholat?

Iblis : Seluruh tubuhku gemetar , lemah lunglai sendi-sendi tulangku. Maka aku perintahkan anak buahku menghalang-halangi dan menggoda orang lslam yang akan sholat. Setiap orang dengan berpuluh-puluh setan. Sebagian menaiki badan orang yang sholat itu agar berat dan malas. Sebagian lagi membisiki hatinya agar was-was sehingga kadangkala terlupa rakaat yang dikerjakan. Sebagian lagi menaiki telinganya sehingga ia mendengarkan orang-orang yang bercakap-cakap, bunyi-bunyian dan sebagainya dari perbuatan yang sia-sia. Sebagian lagi menduduki belakangnya agar tak tahan duduk dan sujud lama, sehingga ingin cepat selesai.

Nabi : Bagaimana perasaanmu apabila ummatku membaca Al-Qu`an dengan ikhlas?

Iblis : Tubuhku terasa hangus dan terasa putus urat-uratku, maka segera aku lari menghindar.

Nabi : Bagaimana perasaanmu apabila ummatku mengerjakan haji karena Allah semata?

Iblis : Binasalah aku dan terasa gugur daging-daging yang ada di tubuhku karena mereka mencukupkan rukun-rukunnya.

Nabi : Bagaimana keadaanmu apabila ummatku berpuasa karena Allah semata?

Iblis : Inilah suatu bencana dan kesedihan yang amat sangat aku rasakan karena apabila masuk bulan Ramadhan maka memancarlah cahaya Arsyi dan Kursy serta seluruh malaikat menyambutnya dengan kegembiraan. Bagi orang islam yang berpuasa akan mendapatkan karunia yang besar dari Allah. Dosa-dosanya diampuni oleh Allah. Yang paling menyakitkan hatiku adalah seluruh isi langit dan bumi ikut memohonkan ampunan bagi orang-orang yang berpuasa. Setinggi-tingginya yang capai oleh orang yang berpuasa adalah dibebaskan oleh Tuhan setiap hari dalam bulan Ramadhan seribu pembebasan dan azab api neraka. Semua pintu neraka ditutup rapat dan semua pintu surga dibuka lebar-lebar dan berhembuslah angin sepoi-sepoi dari bawah Arsyi melalui surga. Setiap awal bulan puasa, malaikat turun atas perintah Tuhan menangkapi kami. Mereka membelenggu dan merantai kaki dan tangan kami dengan besi yang panas lalu memasukkan kami kebawah bumi yang sangat dalam dengan azab yang sangat keras sampai ummatmu selesai berpuasa barulah kami dibebaskan. Semua itu dimaksudkan agar kami tidak dapat mengacau ummat yang sedang berpuasa sehingga mereka berpuasa dengan perasaan gembira.

Nabi : Bagaimana pandangmu terhadap masing-masing sahabatku (yang empat itu)?

Iblis : Semua sahabatmu adalah musuhku. Terhadap Abu Bakar Siddiq Quhafah sebelum bersamamu aku tak sanggup mendekatinya apalagi setelah mendampingimu. Dialah yang pertama kali menyaksikan engkau sebagai Rasul Allah dan engkau pernah mengatakan bahwa seandainya ditimbang kebajikan Abu Bakar Siddiq dengan kebajikan isi dunia, niscaya lebih berat kebajikan Abu Bakar Siddiq. Lagi pula Abu bakar adalah mertuamu karena engkau nikahi anak gadisnya Aisyah. Terhadap Umar Ibnu Khaththab aku tak sanggup memandang wajahnya karena ia sangat keras menjalankan syariatmu. Aku gemetar apabila memandang wajahnya. Imannya kokoh. Engkau pernah mengatakan bahwa seandainya ada Nabi lagi setelah engkau maka Umar Ibnu Khaththab yang akan diangkat. Sehingga dia digelari Umar Al-Faruq. Terhadap Usman Ibnu Affan aku tak kuasa menghampirinya karena lidahnya senantiasa membaca Al-Qur`an siang, malam, pagi dan petang. Dialah penghulu orang yang sabar lagi pula dia adalah menantumu. Terhadap Ali Ibnu Abu Thalib aku sangat takut karena kegagahannya bertempur dimedan perang. Bila kami golongan iblis memadang wajahnya akan terbakarlah biji mata kami karena dia sangat kuat menjalankan perintah Allah. Dialah yang pertama kali memeluk agama Islam dari golongan anak-anak. Ia tak pernah sekalipun menundukkan pandangan matanya dari patung-patung, sehingga digelari Sayyidina Ali Karamallahu Wajhah (dimuliakan Allah karena wajahnya). Engkau mengatakan engakulah negeri semua ilmu dan Ali itu pintunya.

Nabi : Bagaimana caramu memperdaya ummatku?

Iblis : Bagiku ummatmu terbagi tiga:

Pertama : Seperti air hujan dari langit yang menghidupkan semua tumbuh-tumbuhan serta banyak manfaatnya. Mereka adalah guru-guru yang memberi nasehat kepada manusia agar mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Kedua : Seperti tanah yaitu bersyukur dan rela atas nikmat dan karunia Tuhan yang diberikan kepadanya. Mereka beramal shaleh dan bertawakal kepada Tuhan.

Ketiga : Seperti fir`aun sangat tamak pada harta dunia sampai melupakan amal akherat. Aku sangat suka pada orang-orang seperti ini. Kuputar hatinya pada perbuatan maksiat dan durhaka. Hatinya terpikat pada dunia dan lupa pada akherat.

Nabi : Siapakah yang serupa dengan engkau?

Iblis : Orang-orang yang meringankan syariatmu dan membenci orang-orang yang mempelajari hukum-hukum agama islam.

Nabi : Siapakah yang membuat mukamu berseri-seri kegirangan?

Iblis : Itulah orang-orang yang berbuat dosa dan noda dan bersumpah dengan sumpah palsu serta menyalahi janji.

Nabi : Cobalah terangkan perbuatanmu pada ummatku dikamar mandi?

Iblis : Orang islam apabila tidak mengucapkan perlindungan ketika memasuki kamar mandi niscaya kugosokkan najis ketubuhnya tanpa dia sadari tapi apabila dia mengucapkannya aku lari.

Nabi : Bagaimana perbuatanmu terhadap ummatku apabila mereka melakukan persetubuhan dengan istrinya?

Iblis : Aku lari apabila ia mengucapka doa bersetubuh, tapi bila tidak maka akulah yang mendahului bersetubuh dengan istrinya dan apabila benihku bercampur dengan benih istrinya maka anak yang lahir akan senang kepada perbuatan maksiat.

Nabi : Bagaimana caranya agar dapat menolak tipu dayamu?

Iblis : Segeralah bertobat dengan sungguh-sungguh setelah melakukan perbuatan dosa.

Nabi : Siapa saja yang lebih engkau sukai?

Iblis : Lelaki atau wanita yang dalam masa 40 hari tidak mencukur bulu ari-arinya, maka duduklah aku mengecilkan diri seperti kutu busuk. Aku juga berbuai-buai pada ketiak orang-orang yang tidak mencabuti atau mencukurnya.

Nabi : Siapakah yang paling akrab denganmu?

Iblis : Orang-orang yang menelungkup, yang mengantuk diwaktu subuh sehingga tak cepat bangun untuk sholat. Orang-orang seperti ini kugumul, kupeluk dan kunina bobokkan supaya pulas tidurnya sampai terbit matahari. Demikian juga pada waktu sholat yang lain kukacau hatinya dengan berbagai rayuan dan tipu muslihat sehingga mereka menjadi malas mengerjakan sholat.

Nabi : Apakah yang dapat menghancurkanmu?

Iblis : Banyak berdzikir, bersedekah secara sembunyi-sembunyi, taubat dan membaca Al-Qur`an.

Nabi : Apakah yang dapat memecahkan matamu bila kamu melihat?

Iblis : Orang beri`tikaf di mesjid, orang yang taat kepada kedua orang tuanya dan membantu keduanya dalam soal makanan dan pakaian.

Nabi : Apakah yang menyebabkan kamu terbelenggu?

Iblis : Apabila pedagang tidak curang dalam perdagangannya.

Nabi : Bagaimana perasaanmu apabila ummatku memberi salam kepada temannya?

Iblis : Rasanya pecah dadaku. Bila mereka bertemu yang seorang memberi salam dan yang lainnya menjawabnya aku menangis sedih karena keduanya mendapat ampunan setelah berpisah.

Nabi : Siapa saja yang menjadi teman karibmu?

Iblis : Para peminum minuman keras dan para pecandu karena hal ini bisa menyebabkan perceraian dan perkelahian.

Nabi : Siapa temanmu yang setaraf denganmu?

Iblis : Bila berjumpa laki-laki dengan wanita maka wanita itu kududuki kuduknya dan kuhias wajahnya sehingga nampak bertambah ayu dan menawan. Dan Apabila mereka sampai berzina maka merekalah yang setaraf denganku.

Nabi : Dimanakah kamu bertempat tinggal?

Iblis : Dirumah-rumah berhala, batu-batu besar dan tempat-tempat yang dianggap keramat. Apabila mereka datang kesana aku pengaruhi hatinya agar bertambah yakin kepada benda-benda yang dikeramatkan sehingga bertambah musyriklah mereka.

Nabi : Dimanakah kamu selalu berkumpul?

Iblis : Ditempat hiburan dimana laki-laki dan wanita bercampur baur.

Nabi : Apa yang kamu kerjakan dimesjid-mesjid?

Iblis : Mengacau hati orang yang shalat. Dan yang kutakuti adalah yang tidur disana.

Nabi : Mengapa begitu? Padahal yang sedang bermunajat kepada Allah kamu tidak takut. Bukankah yang tertidur itu dalam keadaan tak sadar dan tak melihat apa-apa?

Iblis : Orang yang sholat itu mudah aku perdaya karena sebagian besar mereka jahil dan tak tahu hakikat syariat agama tetapi yang tertidur sebagian besar adalah mereka yang tahu tentang syariat agama. Bila ia terbangun aku khawatir ia menegur dan memperbaiki sholat orang-orang yang kugoda.

Nabi : Apa yang kamu sukai dan kau puji dari seseorang?

Iblis : Suara orang-orang yang bernyanyi, bersajak diiringi bunyi-bunyian. Sedangkan orang-orang yang bernazam dan bersalawat dengan suara yang bagus kurang mengenakkan aku.

Nabi : Siapakah yang menjadi temanmu yang paling kau sukai?

Iblis : Para penipu dan para pemakan harta anak yatim

Nabi : Sebab apa kau gelapkan manusia?

Iblis : Kugelapkan hati manusia karena mereka:

- Makan dan minum dari hasil yang haram.

- Lambat bangun sehingga meninggalkan shalat subuh.

- Terlalu mengenyangkan perut sehingga malas mengerjakan shalat dan ibadah.

Nabi : Siapa yang menggembirakanmu?

Iblis : Orang-orang kaya yang bakhil bersedekah dijalan Allah. Orang-orang yang tak mau mengeluarkan zakat, mereka hanya mau mengeluarkan dengan imbalan tenaga sedangkan familinya banyak yang miskin dan berhajat pada sedekah.

Nabi : Siapa saja yang menggemukkan dan menyuburkanmu?

Iblis : Orang-orang yang hasad (dengki), orang-orang yang tidak mempelajari hukum-hukum agama dan wanita-wanita yang tidak menjaga kehormatannya.

Nabi : Bagaimana halnya bila seorang ulama mati?

Iblis : Aku akan mempersubur fitnah dikalangan masyarakat.

Nabi : Apakah tindakanmu apabila ummatku melaksanakan shalat berjamaah?

Iblis : Sungguh akan gagallah tipu dayaku pada mereka.

Nabi : Bagaimana keadaanmu apabila ummatku bershalawat kepadaku?

Iblis : Itu berarti sama dengan membelah mukaku karena mereka sangat ingat kepadamu.

Nabi : Apabila ummatku berpuasa Ramadhan dan ditutup dengan shalat Id maka Allah berfirman: "Wahai malaikat-malaikat-Ku, setiap yang bekerja tentu menuntut upah, dan hamba-Ku yang berpuasa sebulan, lalu mereka keluar berhari-raya, mereka menuntut upahnya. Aku persaksikan kepadamu bahwa Aku telah mengampuni dosa-dosa mereka". Allah berfirman lagi: " Wahai ummat Muhammad pulanglah kerumah masing-masing, sesungguhnya Aku ampunkan semua dosamu yang lalu dan yang akan datang dan Aku gantikan dosa-dosamu dengan kebajikan". Bagaimana perasaanmu ya iblis?

Iblis : Aku memekik sekuat-kuatnya sehingga anak buahku berdatangan. Kukatakan kepada mereka: "Wahai tentara dan pengikutku, yang menyebabkan aku berduka cita adalah karena Allah telah mengampuni ummat Muhammad pada hari ini. Wahai tentaraku tidakkah kamu mengetahui bahwa Allah menerima puasa ummat Muhammad dan Allah sangat mengasihi dam merakhmati serta mengabulkan segala permohonan mereka. Allah juga telah mengampuni dosa mereka. Maka hendaklah kamu goda mereka agar mereka malas beribadah dan kembali durhaka serta mengerjakan berbagai kemaksiatan. Dengan begitu Allah murka sehingga diturunkan bala bencana. Bila sudah demikian rianglah aku.

Nabi : Siapa saja pendukungmu?

Iblis : Orang yang tidak bertaubat dari dosanya apalagi bila ia bangga dengan dosanya. Tetapi orang yang mengucapkan Laa ilaaha illahllah dan istighfar akan membinasakanku. Orang yang bersiul-siul, karena sewaktu aku diusir kedunia aku mengembara dengan bersiul-siul. Itulah hiburanku. Tetapi orang yang adzan akan menghalangiku karena malaikat hadir bersama mereka.

Nabi : Apakah ikhtiarmu dan usahamu atas ummatku setelah aku diutus menjadi Rasul Allah untuk menyelamatkan Bani Adam dari kesesatan kepada jalan Allah?

Iblis : Aku akan berusaha sungguh-sungguh dalam menarik Bani Adam kejalan maksiat. Akan kujadikan laki-laki dan wanita bergaul dengan bebas supaya senang dan mudah aku menggoda mereka kepada maksiat. Aku tidak akan berhenti menjerumuskan mereka selama nyawa dikandung badan.
Read More..

Kedasyatan saat Menjelang Maut

كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ [٣:١٨٥]

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” – Q.S. Ali-`Imran (3 : 185).

Kedahsyatan Saat Menjelang Maut

Ketahuilah bahwa seandainya di hadapan manusia yang malang itu tidak ada teror, malapetaka ataupun siksaan kecuali sakratul maut saja, maka itu sudah cukup untuk menyusahkan hidupnya, menghalangi kegembiraannya, dan mengusir kealpaan maupun kelengahannya. Seharusnya dia senantiasa memikirkan hal ini dan meningkatkan perhatian dalam mempersiapkan diri untuk menghadapinya, apalagi karena setiap saat dia berada di dalam genggamannya.
Sebagaimana pernah dikatakan oleh seorang filsuf, “Malapetaka di tangan orang lain tak bisa diramalkan”. Dan Luqman a.s pernah berkata kepada anaknya, “Wahai, anakku. Jika ada sesuatu yang tak bisa kau pastikan bila dia datang, maka persiapkan dirimu untuk menghadapinya sebelum dia mendatangimu sedangkan engkau dalam keadaan lengah.”

Yang mengherankan adalah bahwa seringkali seorang manusia, meskipun dia tengah menikmati hiburan atau berada di tempat yang paling menyenangkan, akan merasakan cemas dengan kemungkinan kedatangan seorang “tentara” yang akan menyerangnya. Karena rasa cemas itu, kenyamanannya pun merasa terganggu dan napasnya terasa sesak. Akan tetapi, dia lalai akan keadaannya yang setiap saat bisa didatangi oleh malaikat maut yang akan menimpakan ke atas dirinya derita pencabutan nyawa. Tak ada lagi sebab bagi kelalaian seperti ini kecuali sikap “masa bodoh” dan keteperdayaan.

Ketahuilah bahwa ke-luarbiasa-an rasa sakit dalam sakratul maut tak dapat diketahui dengan pasti kecuali oleh orang yang telah merasakannya. Sedangkan orang yang belum pernah merasakannya hanya bisa mengetahuinya dengan cara menganalogikannya dengan rasa sakit yang benar-benar pernah dialaminya, atau dengan cara mengamati orang lain yang sedang berada dalam keadaan sakratul maut. Lewat jalan analogi, yang akan membuktikannya derita sakratul maut, akan diketahui bahwa setiap anggota badan yang sudah tidak bernyawa tidak lagi bisa merasakan sakit.

Jika ada jiwa, maka serapan rasa sakit itu tentulah berasal dari aktivitas jiwa. Dan ketika ada anggota tubuh yang terluka atau terbakar, maka pengaruhnya akan menjalar kepada jiwa. Dan sesuai dengan kadar yang menjalar ke jiwa, maka sebesar itu pula rasa sakit yang dialami oleh seseorang. Derita rasa sakit itu terpisah dari daging, darah, dan semua anggota tubuh yang lain. Tak ada yang bisa mencederai jiwa kecuali penyakit-penyakit tertentu. Jika salah satu dari sekian banyak penyakit langsung mengenai jiwa dan tidak berpencar ke bagian-bagian yang lain, maka betapa pedih dan kerasnya rasa sakit itu.

Sakratul maut adalah ungkapan tentang rasa sakit yang menyerang inti jiwa dan menjalar ke seluruh bagian jiwa, sehingga tak ada lagi satupun bagian jiwa yang terbebas dari rasa sakit itu. Rasa sakit tertusuk duri misalnya, menjalar pada bagian jiwa yang terletak pada anggota badan yang tertusuk duri.
Sedangkan pengaruh luka bakar lebih luas karena bagian-bagian api menyebar ke bagian-bagian tubuh lain sehingga tidak ada bagian dalam ataupun luar anggota tubuh yang tidak terbakar, dan efek terbakar itu dirasakan oleh bagian-bagian jiwa yang mengalir pada semua bagian daging.
Adapun luka tersayat pisau hanya akan menimpa bagian tubuh yang terkena, dan karena itulah rasa sakit yang diakibatkan oleh luka tersayat pisau lebih ringan daripada luka bakar.

Akan tetapi rasa sakit yang dirasakan selama sakratul maut menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota badan, sehingga pada orang yang sedang sekarat merasakan dirinya ditarik-tarik dan dicerabut dari setiap urat nadi, urat saraf, persendian, dari setiap akar rambut, kulit kepala sampai ke ujung jari kaki. Jadi, jangan anda tanyakan lagi tentang derita dan rasa sakit yang tengah dialaminya.

Karena alasan inilah dikatakan bahwa : “Maut lebih menyakitkan daripada tusukan pedang, gergaji atau sayatan gunting”. Karena rasa sakit yang diakibatkan oleh tusukan pedang terjadi melalui asosiasi bagian tubuh yang tertusuk dengan ruh, maka betapa sangat sakitnya jika luka itu langsung dirasakan oleh jiwa itu sendiri!.
Orang yang ditusuk bisa berteriak kesakitan karena masih adanya sisa tenaga dalam hati dan lidahnya. Sedangkan suara dan jeritan orang yang sekarat, terputus karena rasa sakit yang amat sangat dan rasa sakit itu telah memuncak sehingga tenaga menjadi hilang, semua anggota tubuh melemah, dan sama sekali tak ada lagi daya untuk berteriak meminta pertolongan.
Rasa sakit itu telah melumpuhkan akalnya, membungkam lidahnya, dan melemahkan semua raganya. Dia ingin sekali meratap, berteriak, dan menjerit meminta tolong, namun dia tak kuasa lagi melakukan itu. Satu-satunya tenaga yang masih tersisa hanyalah suara lenguhan dan gemeretak yang terdengar pada saat ruhnya dicabut.

Warna kulitnya pun berubah menjadi keabu-abuan menyerupai tanah liat, tanah yang menjadi sumber asal-usulnya. Setiap pembuluh darah dicerabut bersamaan dengan menyebarnya rasa pedih ke seluruh permukaan dan bagian dalamnya, sehingga bola matanya terbelalak ke atas kelopaknya, bibirnya tertarik ke belakang, lidahnya mengerut, kedua buah zakar naik, dan ujung jemari berubah warna menjadi hitam kehijauan.
Jadi, jangan lagi anda tanyakan bagaimana keadaan tubuh yang seluruh pembuluh darahnya dicerabut, sebab satu saja pembuluh darah itu ditarik, rasa sakitnya sudah tak kepalang. Jadi, bagaimanakah rasanya jika yang dicabut itu adalah ruh, tidak hanya dari satu pembuluh, tetapi dari semuanya?…

Kemudian satu per satu anggota tubuhnya akan mati. Mula-mula telapak kakinya menjadi dingin, kemudian betis dan pahanya. Setiap anggota badan merasakan sekarat demi sekarat, penderitaan demi penderitaan, dan itu terus terjadi hingga ruhnya mencapai kerongkongannya. Pada titik ini berhentilah perhatiannya kepada dunia dan manusia-manusia yang ada didalamnya. Pintu taubat ditutup dan diapun diliputi oleh rasa sedih dan penyesalan.

Rasulullah SAW bersabda : “Taubat seorang manusia tetap diterima selama dia belum sampai pada sakratul maut.” (Hakim, IV.257).

Mujahid mengatakan [dalam menafsirkan] Firman Allah SWT, ‘Taubat bukanlah untuk mereka yang berbuat jahat, dan kemudian manakala maut telah datang kepada salah seorang di antara mereka, dia berkata : “Sekarang aku bertaubat.” (Q.S. An-Nisaa, 4 : 18), yakni ketika dia melihat datangnya utusan-utusan maut (yakni para malaikat maut)’.

Pada saat ini, wajah malaikat maut muncul di hadapannya. Janganlah Anda bertanya tentang pahit dan getirnya kematian ketika terjadi sakratul maut!. Karena itulah Rasulullah SAW bersabda : “Ya Allah Tuhanku, ringankanlah sakratul maut bagi Muhammad.” (Ibn Majah, Janaa’iz, 64).
Sesungguhnya sebab manusia tidak memohon perlindungan darinya dan tidak memandangnya dengan penuh rasa gentar adalah karena kebodohan mereka. Ini dikarenakan banyak hal yang belum pernah terjadi hanya bisa diketahui melalui cahaya kenabian dan kewalian. Itulah sebabnya para nabi alaihimussalaam dan para wali senantiasa berada dalam keadaan takut kepada maut. Bahkan Isa a.s bersabda, “Wahai, para sahabat. Berdoalah kepada Allah SWT agar DIA meringankan sekarat ini bagiku. Sebab rasa takutku kepadanya setiap saat justru bisa menyeretku ke tepi jurangnya.”

Diriwayatkan pada suatu ketika sekelompok Bani Israil berjalan melewati pekuburan, dan salah seorang di antara mereka berkata kepada yang lain, “Bagaimana jika kalian berdoa kepada Allah SWT agar DIA menghidupkan satu mayat dari pekuburan ini dan kalian bisa mengajukan beberapa pertanyaan kepadanya?” Mereka pun lalu berdoa kepada Allah SWT. Tiba-tiba mereka berhadapan dengan seorang laki-laki dengan tanda-tanda sujud di antara kedua matanya yang muncul dari salah satu kuburan itu. “Wahai, manusia. Apa yang kalian kehendaki dariku? Lima puluh tahun yang lalu aku mengalami kematian, namun kini rasa pedihnya belum juga hilang dari hatiku!”.

Aisyah r.a berkata, “Aku tidak iri kepada seorangpun yang dimudahkan sakratul maut atasnya setelah aku menyaksikan gejolak sakratul maut pada diri Rasulullah SAW.”

Diriwayatkan bahwa Nabi SAW pernah bersabda, “Ya Allah, sesungguhnya engkau telah mencabut nyawa dari urat-urat, tulang hidung dan ujung-ujung jari. Ya Allah, tolonglah aku dalam kematian, dan ringankanlah dia atas diriku.” (Ibn Abi’l-Dunya, K. Al-Maut, Zabiidii, X.260).

Diriwayatkan dari Al-Hasan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW menyebut-nyebut kematian, cekikan, dan rasa pedih. Beliau bersabda, “Sakitnya sama dengan tiga ratus tusukan pedang.” (Ibn Abi’l-Dunya, K. Al-Maut, Zabiidii, X.260).

Suatu ketika Beliau SAW pernah ditanya tentang pedihnya kematian. Dan Beliau menjawab, “Kematian yang paling mudah ialah serupa dengan sebatang pohon duri yang menancap di selembar kain sutera. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutra yang terkoyak?” (Ibn Abi’l-Dunya, K. Al-Maut, Zabiidii, X.260).

Suatu ketika Beliau menjenguk seseorang yang sedang sakit, dan beliau bersabda, “Aku tahu apa yang sedang dialaminya. Tak ada satu pembuluhpun yang tidak merasakan pedihnya derita kematian.” (Al Bazzar, Al-Musnad, Haitsami, Majma`, II.322).

Ali k.w biasa membangkitkan semangat tempur orang banyak dengan berkata, “Apakah kalian semua tidak akan berperang dan lebih memilih mati dengan (cara biasa)? Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, tusukan seribu pedang adalah lebih ringan atasku daripada mati di tempat tidur.”

Al-Auzaa`i berkata, “Telah disampaikan kepada kami bahwa orang mati itu terus merasakan sakitnya kematian sampai dia dibangkitkan dari kuburnya.”

Syaddad bin Aus berkata, “Kematian adalah penderitaan yang paling menakutkan yang dialami oleh seorang yang beriman di dunia ini atau di akhirat nanti. Ia lebih menyakitkan daripada dipotong-potong dengan gergaji, disayat dengan gunting, atau digodok dalam belanga. Seandainya seseorang yang sudah mati bisa dihidupkan kembali untuk menceritakan kepada manusia di dunia ini tentang kematian, niscaya mereka tidak mempunyai gairah hidup dan tidak akan bisa merasakan nikmatnya tidur.”

Zaid bin Aslam meriwayatkan bahwa suatu ketika ayahnya berkata, “Jika bagi seorang beriman masih ada derajat tertentu (maqam) yang belum berhasil dicapainya melalui amal perbuatannya, maka kematian dijadikan sangat berat dan menyakitkan agar dia bisa mencapai kesempurnaan derajatnya di surga. Sebaliknya, jika seorang kafir mempunyai amal baik yang belum memperoleh balasan, maka kematian akan dijadikan ringan atas dirinya sebagai balasan atas kebaikannya dan dia nanti akan langsung mengambil tempatnya di neraka.”

Diriwayatkan bahwa ada seseorang yang gemar bertanya kepada sejumlah besar orang sakit mengenai bagaimana mereka mendapati (datangnya) maut. Dan ketika (pada gilirannya) dia jatuh sakit, dia ditanya, “Dan engkau sendiri, bagaimana engkau mendapatinya?” Dia menjawab, “Seakan-akan langit runtuh ke bumi dan ruhku ditarik melalui lubang jarum.”

Dan Nabi SAW berkata, “Kematian yang tiba-tiba adalah rahmat bagi orang yang beriman, dan nestapa bagi pendosa.” (Abu Daud, Janaa’iz, 10).

Diriwayatkan dari Makhul bahwa Nabi SAW bersabda, “Seandainya seutas rambut dari orang yang sudah mati diletakkan di atas para penghuni langit dan bumi, niscaya dengan izin Allah SWT mereka akan mati karena maut berada di setiap utas rambut, dan tidak pernah jatuh pada sesuatupun tanpa membinasakannya.” (Ibn Abi’l Dunya, K. Al-Maut, Zabiidii, X.262).

Diriwayatkan bahwa ‘Seandainya setetes dari rasa sakitnya kematian diletakkan di atas semua gunung di bumi, niscaya gunung-gunung itu akan meleleh.’

Diriwayatkan bahwa ketika Ibrahim a.s meninggal dunia, Allah SWWT bertanya kepadanya, “Bagaimanakah engkau merasakan kematian, wahai teman-Ku?” dan beliau menjawab, “Seperti sebuah pengait yang dimasukkan ke dalam gumpalan bulu yang basah, kemudian ditarik.” “Yang seperti itu sudah Kami ringankan atas dirimu”, Firman-Nya.

Diriwayatkan tentang Musa a.s bahwa ketika ruhnya akan menuju ke hadirat Allah SWT, DIA bertanya kepadanya, “Wahai Musa, bagaimana engkau merasakan kematian?” Musa menjawab, “Kurasakan diriku seperti seekor burung yang dipanggang hidup-hidup, tak mati untuk terbebas dari rasa sakit dan tak bisa terbang untuk menyelamatkan diri.” Diriwayatkan juga bahwa dia berkata, “Kudapati diriku seperti seekor domba yang dipanggang hidup-hidup.”

Diriwayatkan bahwa ketika Nabi SAW berada di ambang kematian, di dekat Beliau ada seember air yang ke dalamnya Beliau memasukkan tangan untuk membasuh mukanya seraya berdoa, “Wahai Tuhanku, ringankanlah bagiku sakratul maut!” (Bukhari, “Riqaq”, 42). Pada saat yang sama, Fathimah r.a berkata, “Alangkah berat penderitaanku melihat penderitaanmu, Ayah.” Tetapi Beliau berkata, “Tidak akan ada lagi penderitaan ayahmu sesudah hari ini.” (Ibn Majah, Janaa’iz, 45).

Umar r.a berkata kepada Ka`b Al-Ahbar, “Wahai Ka`b, berbicaralah kepada kami tentang kematian!” “Baik, wahai Amirul Mu’minin,” jawabnya. “Kematian adalah sebatang pohon berduri yang dimasukkan ke dalam perut seseorang. Kemudian seorang laki-laki menariknya dengan sekuat-kuatnya, maka ranting itu pun membawa serta semua yang terbawa dan meninggalkan yang tersisa.”

Nabi SAW bersabda, “Manusia pasti akan merasakan derita dan rasa sakit kematian, dan sesungguhnya sendi-sendinya akan mengucapkan selamat tinggal satu sama lain seraya berkata, “Sejahteralah atasmu, sekarang kita saling berpisah hingga datang hari kiamat.”" (Qusyairi, Risalah, II.589)

Itulah sakratul maut yang dirasakan oleh para Wali Allah dan hamba-hamba yang dikasihi-Nya. Lalu bagaimanakah nanti yang akan kita rasakan nanti, padahal kita selalu bergelimang dalam perbuatan dosa?

Bersamaan dengan sakratul maut berturut-turut datang pula tiga macam petaka.
Petaka yang pertama adalah kedahsyatan peristiwa dicabutnya ruh, seperti yang telah dijelaskan. Petaka yang kedua adalah menyaksikan wujud malaikat maut dan timbulnya rasa takut di dalam hati. Manusia yang paling kuat sekalipun, tak akan sanggup melihat wujud malaikat maut saat menjalankan tugasnya untuk mencabut nyawa manusia yang penuh dosa.

Diriwayatkan bahwa suatu ketika Ibrahim a.s, sahabat Allah, bertanya kepada malaikat maut, “Dapatkah engkau memperlihatkan rupamu ketika mencabut nyawa manusia yang gemar melakukan perbuatan jahat?”. Malaikat menjawab, “Engkau tidak akan sanggup.” “Aku pasti sanggup,” jawab beliau. “Baiklah,” kata sang malaikat. “Berpalinglah dariku.” Ibrahim a.s pun berpaling darinya. Kemudian ketika beliau berbalik kembali, maka yang ada di hadapannya adalah seorang berkulit legam dengan rambut berdiri, berbau ‘busuk’ dan mengenakan pakaian berwarna hitam. Dari mulut dan lubang hidungnya keluar jilatan api.
Melihat pemandangan itu, Ibrahim a.s pun jatuh pingsan, dan ketika beliau sadar kembali, malaikat telah berubah dalam wujud semula. Beliau pun berkata, “Wahai, malaikat maut! Seandainya seorang pelaku kejahatan pada saat kematiannya tidak menghadapi sesuatu yang lain kecuali wajahmu, niscaya cukuplah itu sebagai hukuman atas dirinya.”

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Daud a.s adalah seorang manusia yang telaten (sangat peduli) terhadap istrinya dan akan mengunci semua pintu jika dia bermaksud meninggalkan rumahnya. Suatu hari, setelah beliau mengunci semua pintu dan pergi keluar rumah, istrinya masih mendapati seorang laki-laki di dalam rumahnya. “Siapa yang mengizinkan laki-laki ini masuk?” tanyanya dalam hati. “Seandainya Daud pulang, ia pasti akan marah.”
Ketika Daud a.s pulang dan melihat laki-laki itu, beliau bertanya, “Siapa engkau?” Laki-laki itu menjawab, “Aku yang tidak takut kepada raja dan tidak pernah bisa dihalangi oleh pengawal raja”. “Jadi, engkau adalah malaikat maut”, kata Daud a.s. Dan di tempat itu jugalah beliau wafat.”

Diriwayatkan bahwa suatu ketika Isa a.s berjalan melewati sebuah tengkorak. Kemudian beliau menyentuh tengkorak itu dan berkata, “Berbicaralah, dengan izin Allah”. Tengkorak itu pun berkata, “Wahai, Ruh Allah! Aku adalah seorang raja yang berkuasa di suatu zaman. Suatu hari ketika aku duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkotaku dan dikelilingi oleh para menteriku, tiba-tiba muncul malaikat maut di hadapanku sehingga seluruh anggota badanku menjadi beku, dan nyawaku kembali ke hadirat-Nya. Ah, seandainya tak pernah ada saat perpisahan dengan orang-orang di sekelilingku, seandainya tak ada pemutus segala kegembiraanku.”

Ini adalah petaka yang menimpa para pendosa dan berhasil dihindari oleh orang-orang yang taat. Sesungguhnya, para nabi telah menceritakan sakratul maut selain kengerian yang dirasakan oleh orang yang melihat wujud malaikat maut. Bahkan seandainya seseorang hanya melihatnya dalam mimpi saja, niscaya dia tidak akan pernah merasakan lagi kegembiraan sepanjang hidupnya. Lalu, bagaimana pula jika orang secara sadar melihatnya dalam bentuk seperti itu?

Namun, manusia yang bertaqwa akan melihatnya (malaikat maut) dalam rupa yang bagus dan indah. Ikrimah (putra shalih dari Abu Jahal, red.) telah meriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Ibrahim a.s adalah seorang manusia yang penuh perhatian. Beliau mempunyai rumah untuk beribadah dan selalu dikuncinya jika dia pergi.

Pada suatu hari ketika pulang ke rumah, beliau melihat ada seorang laki-laki di dalamnya. “Siapa yang mengizinkanmu masuk ke dalam rumahku?” tanya beliau. Orang itu menjawab, “Aku diizinkan masuk oleh Pemiliknya”. “Tapi akulah pemilik rumah ini,” kata Ibrahim a.s. Orang itu berkata, “Aku diizinkan masuk oleh DIA yang lebih berhak atas rumah ini daripada engkau ataupun aku.” “Kalau begitu, malaikat apakah engkau ini?” tanya beliau. “Aku adalah malaikat maut,” demikian orang itu menjawab.
Ibrahim a.s lalu bertanya, “Dapatkah engkau memperlihatkan kepadaku rupamu ketika mencabut nyawa orang yang beriman (taat)?” “Tentu saja,” kata Malaikat itu. “Berpalinglah dariku.”
Ibrahim pun berpaling, dan ketika berbalik kembali ke arah malaikat itu, maka berdiri di hadapannya seorang pemuda gagah dan tampan, berpakaian indah dan menyebarkan bau harum mewangi. “Wahai, malaikat maut! Seandainya orang yang beriman, taat, melihat rupamu pada saat kematian, niscaya cukuplah itu sebagai imbalan atas amal baiknya,” kata beliau.

Petaka selanjutnya adalah melihat kedua malaikat pencatat amal. (Menurut hadits yang dinisbatkan kepada Nabi, “Allah telah mengamanatkan hamba-Nya kepada dua malaikat yang mencatat amal-amalnya, baik dan buruk.” — Ahmad bin Mani`, Al-Musnad ; Ibn Hajar, Mathaalib, III.56).
Wuhaib mengatakan, ‘Telah disampaikan kepada kami bahwa tak seorangpun manusia yang mati kecuali akan diperlihatkan kepadanya dua malaikat yang bertugas mencatat amalnya. Jika dia seorang yang shalih, maka kedua malaikat itu akan berkata, “Semoga Allah memberikan balasan yang baik kepadamu, sebab engkau telah menyatakan kami untuk duduk di tengah-tengah kebaikan, dan membawa kami hadir menyaksikan banyak perbuatan baikmu”. Akan tetapi jika dia adalah seorang pelaku kejahatan, maka mereka akan berkata kepadanya, “Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik sebab engkau telah hadirkan kami ke tengah-tengah perbuatan yang keji, dan membuat kami hadir menyaksikan banyak perbuatan buruk, memaksa kami mendengarkan ucapan-ucapan buruk. Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik”. Ketika itulah orang yang sekarat itu menatap lesu ke arah kedua malaikat itu dan selamanya dia tidak akan pernah kembali ke dunia ini lagi’.

Petaka yang ketiga dialami pada saat manusia-manusia yang berdosa menyaksikan tempat mereka di neraka, dan rasa takut juga telah mencekam mereka sebelum mereka menyaksikan peristiwa itu. Hal ini karena ketika mereka berada dalam sakratul maut, tenaga mereka telah hilang sementara ruh mereka mulai merayap keluar dari jasad mereka. Akan tetapi, ruh mereka tidaklah keluar kecuali setelah mereka mendengar suara malaikat maut menyampaikan salah satu dari dua kabar. Kabar tersebut berupa, “Rasakanlah, wahai musuh Allah, siksaan neraka!” atau “Bergembiralah, wahai sahabat Allah, dengan surga!”. Dari sinilah timbul rasa takut di dalam hati orang-orang yang tak ber’aql (tidak menggunakan akal, red).

Nabi SAW bersabda, “Tak seorangpun di antara kalian yang akan meninggalkan dunia ini kecuali telah diberikan tempat kembalinya dan diperlihatkan kepadanya tempatnya di surga atau di neraka.” (Ibn Abi`l-Dunya, K. Al-Maut ; Zabiidii, X.262).

Rasulullah SAW juga bersabda, “Barangsiapa mencintai pertemuan dengan Allah, maka Allah pun akan senang bertemu dengannya; dan barangsiapa membenci pertemuan dengan-Nya, maka DIA pun tidak akan senang bertemu dengannya.” “Tetapi kami semua takut pada kematian,” para sahabat berkata. Beliau pun menjawab, “Tidaklah sama sebab ketika penderitaan yang dijumpai oleh orang yang beriman (taat) dalam menempuh perjalanan menuju Allah telah dihilangkan, maka dia akan gembira bertemu dengan Allah, dan Allah pun gembira bertemu dengannya.” (Muslim, Dzikr, 15).

Diriwayatkan pada suatu saat menjelang akhir malam, Hudzaifah bin Al-Yaman berkata kepada Ibn Mas`ud, “Bangunlah, dan lihatlah waktu apa sekarang.” Ibn Mas`ud pun bangun dan melakukan hal yang diperintahkan kepadanya, dan ketika dia kembali, dia berkata, “Langit telah memerah.” Hudzaifah kemudian berkata, “Aku berlindung kepada-Mu dari perjalanan pagi menuju neraka.”

Suatu ketika, Marwan menemui Abu Hurairah dan berkata, “Ya Allah, ringankanlah bebannya.” Tetapi Abu Hurairah menyahut, “Ya Allah, perberatlah.” Lalu dia mulai menangis seraya berkata, “Demi Allah, aku tidaklah menangis karena sedih kehilangan dunia ini, tidak pula bersedih karena berpisah dengan kalian; tapi aku sedang menanti salah satu di antara dua kabar dari Tuhanku: apakah kabar neraka ataukah kabar surga.”

Diriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Jika Allah Swt ridha terhadap hamba-Nya, maka DIA akan berfirman, ‘Wahai Malaikat Maut, pergilah kepada si fulan dan bawalah kepada-Ku ruhnya untuk Kuanugerahi kebahagiaan. Amalnya Kupandang telah mencukupi: Aku telah mengujinya dan mendapatinya seperti yang Kuinginkan’. Malaikat itupun turun bersama lima ribu malaikat lain. Semuanya membawa tongkat yang terbuat dari kayu manis dan akar-akar tanaman safron, setiap malaikat itu menyampaikan pesan dari Tuhannya. Kemudian para malaikat itu membentuk dua barisan untuk mempersiapkan keberangkatan ruhnya. Ketika setan melihat mereka, dia meletakkan tangannya di atas kepalanya dan menjerit keras-keras. Para bala tentaranya bertanya, ‘Ada apa, tuanku ?’ Dia menjawab, ‘Tidakkah kamu lihat kehormatan yang telah diberikan kepada manusia ini? Apakah kalian tidak melakukan tugas kalian terhadap manusia ini?’ Mereka menjawab, ‘Kami telah berusaha sekeras-kerasnya terhadapnya, tetapi dia tak bisa dipengaruhi.’ ” (Ibn Abi`l-Dunya, K. Al-Maut; Zabiidii, X.267).

Al-Hasan berkata, “Tidak ada kebahagiaan bagi orang beriman kecuali dalam perjumpaannya dengan Allah, dan barangsiapa dianugerahi perjumpaan tersebut, maka hari kematiannya adalah hari kegembiraan, kebahagiaan, keamanan, kejayaan, dan kehormatan.”

Menjelang ajalnya, Jabir bin Zaid ditanya apakah ada sesuatu yang diinginkannya, dan dia menjawab, “Aku ingin menatap wajah Al-Hasan.” Ketika Al-Hasan datang menjenguknya, kepadanya dikatakan, “Inilah Al-Hasan.” Jabir lalu membuka matanya untuk memandang Al-Hasan dan berkata, “Wahai, saudaraku. Saat ini, demi Allah, aku berpamitan kepadamu untuk pergi, entah ke surga ataukah ke neraka.”

Menjelang ajalnya, Muhammad bin Wasi berkata, “Wahai, saudara-saudaraku. Selamat tinggal! Aku pergi, entah ke neraka, ataukah menuju ampunan Tuhanku.”

Sebagian orang berangan-angan untuk tetap berada dalam saat-saat kematian dan tak pernah dibangkitkan untuk menghadapi pahala atau siksaan. Oleh karena itu, rasa takut terhadap kematian dalam keadaan berdosa (keadaan su`ul khotimah) mengoyak hati orang-orang ‘arif, sebab hal itu termasuk ke dalam petaka dahsyat yang menyertai kematian. Kami telah menjelaskan makna “akhir kehidupan yang buruk” (su`ul khotimah) dan rasa takut orang-orang ‘arif terhadapnya di dalam ‘Kitab Tentang Takut dan Harap’ (dalam Ihya IV, kitab ke-3). Bab tersebut masih relevan dengan konteks pembicaraan sekarang.

Kesedihan Ketika Berjumpa Malaikat Maut

Asy`ats bin Aslam berkata, “Suatu ketika Ibrahim a.s mengajukan beberapa pertanyaan kepada malaikat maut yang namanya adalah `Izrail. ‘Wahai malaikat maut, apa yang engkau lakukan jika ada seorang manusia (yang sedang sekarat) di timur dan seorang lagi di barat, atau ketika negeri sedang dilanda wabah, atau ketika dua pasukan tentara sedang bertempur?’. Malaikat maut menjawab, ‘Kupanggil ruh-ruh itu dengan izin Allah hingga mereka berada di antara kedua jariku ini.’ Dan Ibrahim a.s berkata, ‘Kemudian bumi diratakan dan kelihatan seperti sebuah hidangan yang dia makan sebanyak yang diinginkannya.’ ” Asy`ats berkata, “Ketika itulah Allah SWT memberinya kabar gembira bahwa beliau adalah Kekasih (khalil) (Q.S. An-Nisaa, 4 : 125) Allah SWT.”

Sulaiman putra Daud a.s bertanya kepada malaikat maut, “Mengapa aku tidak melihatmu bertindak adil kepada umat manusia? Engkau mengambil nyawa seorang manusia tetapi membiarkan yang lain.” “Aku tidak mengetahui hal itu lebih daripada yang kau ketahui,” jawabnya. “Aku hanya diberi daftar dan buku-buku yang berisi nama-nama.”

Wahb bin Munabbih berkata, “Suatu ketika seorang raja berkeinginan pergi ke sebuah provinsi. Dia minta dibawakan seperangkat pakaian, tapi tak ada di antara pakaian itu yang menyenangkan hatinya. Setelah beberapa kali memilih, barulah dia menemukan pakaian yang disukainya. Dengan cara yang sama, dia meminta dibawakan seekor kuda, tapi ketika dibawakan, dia menolak kuda itu. Lalu kuda-kuda yang lain dibawakan kepadanya hingga akhirnya dia menaiki kuda yang paling baik di antaranya. Kemudian setan mendatanginya dan meniupkan sifat takabur ke dalam lubang hidung raja itu. Setelah itu, dia dan rombongannya memulai perjalanan dengan sikap penuh kesombongan. Akan tetapi, kemudian dia didekati oleh seseorang bertampang kusut, kumal, yang mengucapkan salam kepadanya. Ketika raja itu tidak menjawab salamnya, orang itu kemudian merampas tali kekang kudanya. ‘Lepaskan tali kekangku!’ bentak sang raja. ‘Engkau telah melakukan kesalahan besar!’ Namun, orang itu malah menukas, ‘Aku punya sebuah permintaan kepadamu.’ ‘Tunggu sebentar,’ kata raja, ’sampai aku turun dari kudaku.’ ‘Tidak,’ jawab orang itu. ‘Sekarang juga!’ dan dia lalu menarik tali kekang kuda sang raja. ‘Baiklah, katakan apa permintaanmu,’ kata raja. ‘Permintaanku itu rahasia,’ jawab orang itu. Raja pun menundukkan kepalanya kepada orang itu, dan orang asing itu kemudian berbisik kepadanya, ‘Aku adalah malaikat maut!’ Mendengar itu, raja berubah air mukanya. Lidahnya bergetar dan ia berkata, ‘Beri aku waktu agar aku bisa kembali kepada keluargaku untuk mengucapkan selamat tinggal dan membereskan urusan-urusanku.’ ‘Tidak, demi Allah,’ kata malaikat maut. ‘Engkau tidak akan pernah melihat keluarga dan harta kekayaanmu lagi!’ Sambil berkata demikian, malaikat mencabut nyawa raja itu yang tak lama kemudian tersungkur mati, bagaikan sebongkah kayu kering.”

“Kemudian Malaikat meneruskan perjalanannya. Dia berjumpa dengan seorang beriman yang membalas salamnya ketika dia mengucapkan salam kepadanya. ‘Aku punya permintaan yang ingin kubisikkan ke telingamu,’ kata Malaikat. ‘Baiklah, akan kudengarkan,’ kata orang itu. Si malaikat pun membisikkan rahasianya dan berkata, ‘Aku adalah malaikat maut!’ Orang beriman itu menjawab, ‘Selamat datang, wahai siapa yang telah lama kunanti-nantikan. Demi Allah, tak ada siapapun di muka bumi ini yang lebih kunanti daripada dirimu.’ Mendengar itu, malaikat maut berkata kepadanya, ‘Selesaikanlah urusanmu yang telah menjadi maksud keberangkatanmu.’ Namun, orang itu menjawab, ‘Aku tidak mempunyai urusan lain yang lebih penting dan lebih kucintai daripada bertemu dengan Allah SWT.’ Dan malaikat berkata kepadanya, ‘Kalau begitu, pilihlah keadaanmu yang paling kau sukai untuk aku mengambil nyawamu.’ ‘Apakah engkau bisa melakukannya?’ orang itu bertanya. Malaikat menjawab, ‘Ya, demikianlah aku diperintahkan.’ ‘Kalau begitu, tunggulah aku sebentar, agar aku bisa berwudhu dan shalat, lalu ambillah nyawaku selagi aku bersujud.’ Dan Malaikat pun melakukan hal yang diminta oleh orang beriman itu.”

Bakr bin `Abdullah Al-Mazani berkata, “Suatu ketika seorang laki-laki dari Bani Israil mengumpulkan sejumlah besar kekayaan. Ketika dia telah dekat dengan ajalnya, dia berkata kepada anak-anaknya, ‘Perlihatkanlah kepadaku berbagai macam kekayaanku!’ Lalu, dibawakanlah kepadanya sejumlah besar kuda, unta, budak, dan harta benda yang lain. Ketika dia melihat semua itu, dia pun mulai menangis karena tak kuasa berpisah dengannya. Melihat orang itu menangis, malaikat maut pun bertanya kepadanya, ‘Mengapa engkau menangis? Sungguh, demi DIA yang telah memberimu anugerah semua ini, aku tidak akan meninggalkan rumahmu sebelum memisahkan nyawamu dari ragamu.’ ‘Berilah aku waktu sebentar,’ orang itu memohon kepadanya, ‘agar aku bisa membagi-bagikan kekayaanku.’ ‘Alangkah bodohnya!’ kata malaikat maut. ‘Waktumu telah berakhir. Seharusnya engkau telah mengerjakan hal itu sebelum habis waktumu.’ Sambil berkata begitu, dicabutnyalah nyawa orang itu.”

Diceritakan bahwa suatu ketika seorang laki-laki telah mengumpulkan kekayaan yang besar hingga tidak ada satu jenis kekayaan pun yang tidak berhasil diraihnya. Dia membangun sebuah istana dengan dua pintu gerbang yang sangat kuat. Dia membayar sepasukan pengawal yang terdiri dari orang-orang muda. Kemudian dia mengundang seluruh sanak keluarganya dan menjamu mereka dengan makanan. Setelah itu dia duduk di atas sofa sambil mengangkat kaki, sementara sanak keluarganya makan minum.

Setelah mereka selesai makan, dia berkata kepada dirinya sendiri, ‘Bersenang-senanglah selama bertahun-tahun karena aku telah mengumpulkan semua yang engkau butuhkan.’ Akan tetapi, baru saja dia mengucapkan perkataan itu, datanglah malaikat maut dalam wujud seorang laki-laki berpakaian compang-camping seperti seorang pengemis. Laki-laki itu memukul pintu gerbang dengan sangat keras dan mengejutkan orang kaya yang sedang berada di atas tempat tidurnya.

Orang-orang muda yang menjadi pengawalnya melompat dan bertanya, ‘Apa urusanmu di sini ?’ ‘Panggilkan tuanmu,’ kata orang itu. ‘Haruskah tuan kami datang menemui orang semacam engkau ini ?’ tanya mereka. ‘Ya,’ jawabnya. Dan ketika mereka menyampaikan kepada tuan mereka hal yang terjadi, dia berkata, ‘Kalian telah berbuat semestinya.’ Akan tetapi, kemudian pintu gerbang diketuk lagi dengan suara yang lebih keras daripada sebelumnya. Dan ketika para pengawal melompat untuk berbicara kepada orang itu, dia berkata, ‘Katakan kepadanya bahwa aku adalah malaikat maut.’

Ketika mendengar perkataan orang itu, mereka menjadi ngeri dan orang kaya itu juga merasa sangat hina dan rendah. ‘Berbicaralah kepadanya dengan sopan,’ perintahnya kepada mereka. ‘Dan tanyakan kepadanya apakah dia akan mengambil nyawa seseorang di rumah ini.’ Namun kemudian malaikat masuk dan berkata, ‘Berbuatlah sesuka hatimu karena aku tidak akan meninggalkan rumah ini sebelum aku mencabut nyawamu.’ Lalu orang kaya itu memerintahkan agar semua kekayaannya dibawa ke hadapannya. Setelah semuanya berada di depan matanya, dia berkata (kepada harta bendanya), ‘Semoga Allah mengutukmu sebab engkau telah memalingkan aku dari beribadah kepada Tuhanku dan menghalang-halangi aku dari pengabdian kepada-Nya.’

Allah membuat harta bendanya berbicara, ‘Mengapa engkau menghinaku sedangkan karena akulah engkau bisa diterima para sultan, padahal orang-orang yang bertakwa kepada Allah malah diusir dari pintunya? Karena akulah engkau bisa mengawini wanita-wanita lacur, duduk bersama raja-raja, dan membelanjakanku di jalan keburukan. Namun aku tak pernah membantah. Seandainya saja engkau membelanjakan aku di jalan kebaikan, niscaya aku telah memberi manfaat kepadamu. Engkau dan semua anak Adam diciptakan dari tanah, kemudian sebagaian dari mereka memberikan sedekah, sedang yang lain berbuat keji.’ Malaikat maut pun segera mencabut nyawa orang kaya itu, dan robohlah orang itu ke lantai.

Wahb bin Munabbih berkata, ‘Suatu ketika malaikat maut mencabut nyawa seorang penguasa tiran yang tidak ada tandingannya di muka bumi. Kemudian malaikat itu naik kembali ke langit. Malaikat-malaikat lain bertanya kepadanya, ‘Kepada siapa di antara orang-orang yang telah kau cabut nyawanya, engkau telah menaruh belas kasihan?’ Malaikat itu menjawab, ‘Suatu ketika aku pernah diperintahkan mencabut nyawa seorang perempuan di padang pasir. Ketika aku mendatanginya, dia baru saja melahirkan seorang anak laki-laki. Aku pun menaruh belas kasihan kepada perempuan itu karena keterpencilannya dan juga kasihan terhadap anak laki-laki perempuan itu, karena betapa dia masih sangat kecil namun tak terawat di tengah buasnya padang pasir.’ Lalu para malaikat itu berkata, ‘Penguasa lalim yang baru saja engkau cabut nyawanya itu adalah anak kecil yang dulu pernah engkau kasihani.’ Malaikat maut kemudian berujar, ‘Maha Suci DIA yang memperlihatkan kebaikan kepada yang dikehendaki-Nya.’

`Atha bin Yasar berkata, “Pada setiap tengah malam bulan Sya’ban, malaikat maut menerima lembaran tulisan dan dikatakan kepadanya, ‘Tahun ini engkau harus mencabut nyawa orang-orang yang namanya tercantum dalam lembaran ini.’ Seorang laki-laki boleh jadi sedang menanam tanam-tanaman, mengawini wanita-wanita, dan membangun gedung-gedung, sementara dia tak menyadari bahwa namanya ada dalam daftar tersebut.”

Al-Hasan berkata, “Setiap hari malaikat maut memeriksa setiap rumah tiga kali dan mencabut nyawa orang-orang yang rezekinya telah habis dan umurnya telah berakhir. Apabila dia telah melakukan hal itu, maka seisi rumah yang bersangkutan akan meratap dan menangis. Sambil memegang gagang pintu, malaikat maut berkata, ‘Demi Allah, aku tidak memakan rezekinya, tidak menghabiskan umurnya, dan tidak memperpendek batas hidupnya. Aku akan selalu kembali dan kembali lagi ke tengah-tengah kalian hingga tak ada lagi yang tersisa di antara kalian!’ “. Al-Hasan berkata, “Demi Allah, seandainya mereka bisa melihatnya berdiri di situ dan mendengar kata-katanya, niscaya mereka akan melupakan jenazah tersebut dan menangisi diri mereka sendiri.”

Yazid Al-Ruqasyi berkata, “Ketika seorang penguasa lalim dari Bani Israil sedang duduk seorang diri di istananya tanpa ditemani oleh salah seorang istrinya, masuklah seorang laik-laki melalui pintu istananya. Penguasa tiran itu marah dan berkata, ‘Siapa engkau? Siapa yang mengizinkanmu masuk ke dalam rumahku?’ Orang itu menjawab, ‘Yang mengizinkan aku masuk ke dalam rumah ini adalah pemilik rumah ini. Sedangkan aku adalah yang tak bisa dihalangi oleh seorang pengawal pun dan tidak pernah meminta izin untuk masuk bahkan kepada raja-raja sekalipun, tidak pernah takut kepada kekuatan raja-raja yang perkasa, dan tidak pernah diusir oleh penguasa tiran yang keras kepala ataupun setan pembangkang.’

Mendengar itu, penguasa lalim tersebut menutup mukanya, dan dengan tubuh gemetar dia jatuh tersungkur. Kemudian dia bangkit dengan wajah memelas. ‘Jadi engkau adalah malaikat maut ?’ tanyanya. ‘Ya,’ jawab laki-laki itu. ‘Sudikah engkau memberiku kesempatan agar aku bisa memperbaiki kelakuanku ?’ Alangkah bodohnya engkau,’ jawab sang malaikat, ‘Waktumu telah habis, napasmu dan masa hidupmu telah berakhir; tidak ada jalan lagi untuk memperoleh penangguhan.’ Penguasa tiran itu lalu bertanya, ‘Kemana engkau akan membawaku?’ ‘Kepada amal-amalmu yang telah engkau kerjakan sebelumnya. Dan juga ke tempat tinggal yang telah engkau dirikan sebelumnya,’ jawab malaikat. ‘Bagaimana mungkin,’ kata sang tiran, ‘Aku belum pernah mempersiapkan amal baik dan rumah baik yang bagaimanapun.’ Malaikat pun menjawab, ‘Kalau begitu, ke neraka, yang menggigit hingga ke pinggir-pinggir tulang.’ (Q.S. Al-Ma’arij, 70 : 15-16).

“Kemudian Malaikat mencabut nyawa sang tiran, dan dia pun jatuh mati di tengah-tengah keluarganya, di tengah-tengah mereka yang kemudian meratap-ratap dan menjerit.” Yazid Al-Ruqasyi berkata, “Seandainya mereka mengetahui bagaimana buruknya neraka itu, tentu mereka akan menangis lebih keras lagi.”

Al-A`masy meriwayatkan dari Khaitsamah, bahwa suatu ketika malaikat maut mendatangi Sulaiman putra Daud a.s dan mulai mengamati salah seorang dari sahabat-sahabatnya. Ketika dia telah pergi, sahabat itu bertanya, “Siapa itu tadi?” Dan dikatakan kepadanya bahwa itu adalah malaikat maut. Berkatalah sahabat itu, “Kulihat dia memandangiku seolah-olah dia mengincarku.” “Lalu, apa keinginanmu?” tanya Sulaiman. “Saya ingin agar Tuanku menyelamatkan saya darinya dengan menyuruh angin membawa saya ke tempat yang paling jauh di India.” (Sulaiman memiliki kemampuan mengatur arah angin, Q.S. Al-Anbiyaa, 21 : 81). Angin pun kemudian melakukan apa yang diperintahkan.

Ketika malaikat maut datang lagi, Sulaiman a.s bertanya kepadanya, “Kulihat engkau menatap terus-menerus ke arah salah seorang sahabatku?” “Ya,” kata Malaikat, “Aku sangat heran sebab aku telah diperintahkan untuk mencabut nyawanya di bagian paling jauh di India dengan segera. Namun melalui engkau, dia malah sedang menuju ke tempat itu. Oleh karena itu, aku heran.” ***
Read More..
 
SketsA Informasi © 2010 | Designed by SketsaInfo |