Rekreasi atau berlibur kadang dijadikan sebagai 'obat' mujarab untuk mengembalikan kesegaran otak dan fikiran kita setelah menjalani rutinitas sehari-hari yang sangat padat. Tak jarang seseorang mengeluarkan biaya yang tak sedikit hanya untuk rekreasi atau berlibur, hal itu semata-mata hanya untuk memperoleh kesegaran berfikir dalam melanjutkan rutinitas di hari-hari mendatang.
Tetapi pernahkah kita melakukan rekreasi atau berlibur meyelami pribadi kita sendiri..?? Mungkin jenis rekreasi ini tidak membutuhkan biaya atau pun waktu yang cukup lama.
Konon perjalanan terjauh itu bukanlah perjalanan mengelilingi dunia ini, akan tetapi perjalanan kedalam diri.
Tak masalah berapapun usia kita, akan selalu ada bagian didalam diri kita yang perlu terus di jelajahi, baik didalam fikiran kita maupun di dalam perasaan kita. Seseorang yang hanya mengandalkan fikirannya tetapi menolak mendalami perasaannya tidak akan sempurna mengenal dirinya. Begitupun sebaliknya, seseorang yang menenggelamkan dirinya di dalam danau perasaan, dan menghindar dari aktifitas berfikir serius, dia tidak akan mampu mengenal dirinya secara objektif.
Banyak orang yang menolak mengenal dirinya sendiri dan akhirnya mencari kenyamanan dari dunia luarnya. Mencari pemenuhan cinta dari orang-orang lain, sebelum mampu mencintai dirinya sendiri. Dan semuanya lebih sering membawa kepada kekecewaan. Karena dia tidak tahu dengan jelas, cinta seperti apakah yang di butuhkan oleh dirinya? Berapa dosis cinta yang di butuhkan dan dari orang-orang yang seperti apa ? Dan mengapa dalam mencari cinta itu, dia selalu bertemu orang-orang yang salah ?
Padahal pendidikannya tinggi.
Padahal pemahaman agamanya baik.
Padahal dia berasal dari keluarga yang baik.
Namun mengapa dia selalu menjadi korban ?
Jawabannya hanya satu :
Itu karena kita belum mengenal diri kita sendiri. Pendidikannya dan pengetahuan agama yang dimiliki baru sampai ke level intelektual. Sementara level emosional dan spiritualnya belum terjangkau oleh pengetahuan tersebut. Itulah yang di katakan ‘mengetahui’ namun ‘belum memahami’.
Belum tahu dengan tepat, apa yang menjadi kemauan dan kebutuhan dia. Belum tahu kelemahan dan kekuatan dirinya. Sehingga jika dia bercermin, maka bayangan dirinya yang terlihat di hadapannya tertutup kabut samar-samar. Dirinya lemah, dan karenanya mudah menjadi korban. Karena itulah kodratnya seorang korban = lemah. Tak pernah seorang yang kuat menjadi korban.
Dan mengapa ia selalu bertemu orang-orang yang salah? Karena dia belum memiliki bayangan cara mencintai dirinya sendiri. Sehingga ketika orang-orang yang salah ini mendekat, alarm yang dimiliki oleh dirinya tak mampu men’detect’ bahaya yang datang. Ada orang-orang yang harus belajar ‘from the hard ways’. Mereka harus jatuh dan terluka di lubang tersebut, untuk mengerti bahayanya. Sementara orang-orang lain cukup melihat papan peringatan dan langsung menghindar.
***
Muhasabah / evaluasi diri , adalah salah satu cara mengenal diri kita sendiri . Baik melalui cermin diri sendiri ataupun cermin orang-orang terdekat kita. Peliharalah hubungan dengan keluarga, teman, sahabat, bahkan rekan kerja yang mampu jujur tentang diri kita. Karena yang paling menyadari tentang penyakit hati yang kita miliki adalah para orang-orang terdekat kita. Karena bisa jadi kita merasa tidak memiliki masalah, namun pendapat orang-orang terdekat kita itu berbeda.
Cara lainnya adalah menelusuri kembali jejak-jejak kehidupan kita. Dengan berani membuka file-file kehidupan yang telah tersimpan rapi. Melihat kembali semua luka untuk mengambil pembelajaran. Semua pengalaman tersebut, semua yang menyebabkan senyum kita mengembang atau yang membuat kita kembali meneteskan air mata, semua yang kembali membakar amarah kita, dan semua masalah yang kita tinggalkan tanpa terselesaikan. Dan kita menghadapinya sebagai sosok orang ketiga, yang berusaha bersikap objektif. Sebagai upaya untuk menilai diri secara fair.
Jika kita sering menganalisa orang lain untuk kebutuhan mengembangkan hubungan sosial ataupun semata untuk kebutuhan pekerjaan. Maka gunakan kemampuan itu untuk menganalisa diri kita sendiri. Hadapi diri.
Bongkar sudut-sudut diri.
Tanyakan banyak hal untuk mengetahui banyak hal.
Dan dalam proses itu, rekam semua yang terfikirkan oleh akal dan semua yang terasa oleh hati.
***
Mengapa harus takut dengan perasaan sendiri?
Jika memang rindu, maka akui kerinduan itu.
Jika memang cinta, akui rasa cinta itu.
Jika memang sakit, akui rasa sakit itu.
Jika memang salah, akui kesalahan itu.
Lalu hadirkan akal untuk melihat.
Apakah rindu dan cinta yang dirasa, itu sesuatu yang halal bagi kita?
Apakah harus di perjuangkan atau harus di lupakan ?
Apakah penyebab kesakitan itu, lalu apa dan dimana obatnya ?
Apakah sebab dan akibat dari kesalahan itu?
Dan bagaimana penyelesaian terbaiknya?
Untuk kemudian kita dapat berdamai dengan diri sendiri.
sumber:
http://www.facebook.com/notes/ayah-aer-erlan/rekreasi-menyelami-pribadi-sendiri/408898850752
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment